Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Belantara yang Sunyi Menanti Disapa

27 Juli 2016   14:52 Diperbarui: 27 Juli 2016   15:09 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belantara yang menangis dalam diam, Menanti disapa. Foto dok. Yayasan Palung.

Tanpa mengatasnama belantara, segala nyata yang berdiam di alam raya

Sunyi sepi yang berkoar dalam duri menusuk daging itu adanya kini

Bumi pertiwi menanti disapa karena nestapa

Darah tertumpah, tanah terjajah hingga terjarah

Terkungkung dalam buaian senja yang samar, sulit menerka menyapa nyata ataukah bayangan semu?

Tak terhindar bersandar akar rumput tertindih terkulai tersambar petir saban hari,

Sunyi tak berarti sepi atau diam dalam sangkar persis terkungkung dalam jeruji

Tak ubah tingkah polah mengalahkan petuah, pepatah patah kalah menjadi galah jiwa raga yang pongah

Rayu menderu hanyut bersama arus, tak berujung menelikung

Berkelakar, terbakar terbungkus bersisir rapi setiap musim siap kembali menerpa

Sejati janji menanti ditepati, Sunyinya hanya terdengar dari derap langkah Sang penjagal, deru mesin berbaur dengan koar sang penguni rimba merintih menanti ularan jemari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun