Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Jika Bumi sebagi Rumah dan Ibu Kita Bersama, tetapi Mengapa Ia Sering Menangis?

17 April 2020   15:32 Diperbarui: 17 April 2020   15:56 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bumi sebagai rumah dan ibu kita bersama kini sering menangis. Foto. Quora

Tak ada kata terlambat untuk membuat bumi bisa terhibur dari tangis dan deritanya kini. Masih banyak kiranya cara-cara sederhana yang mampu, boleh dan dapat kita lakukan dengan tingkah polah kita sehari-hari. Terkadang kita terlalu konsumtif, abai dengan personal lingkungan termasuk seenaknya membuang sampah tidak pada tempatnya. Mengurangi penggunaan kantong plastik saat berbelanja dengan menggantinya dengan tas belanja, atau mengurangi membeli botol plastik dengan menggantinya dengan botol minuman yang bisa dipakai berulang kali dan masih banyak cara lainnya tidak terkecuali mengurangi penggunaan sedotan plastik dengan sedotan tradisional seperti bambu misalnya. Setidaknya itu cara-cara sederhana yang boleh dicoba dan dilakukan oleh siapa saja tanpa terkecuali dan tanpa memaksa pula.

Dengan cara-cara sederhana, setidaknya kita bisa ikut mengambil peran dan peduli dengan nasib bumi ini kini dan berharap hingga nanti boleh lestari. Nasib bumi dan nafas semua makhluk hidup tergantung bagaimana kita bertindak hari ini pula. Bila bumi ingin terus berlanjut bolehlah kiranya kita semuanya mengambil peran bukannya merengumpat atau menyalahkan bumi dan alam semesta. Berharap pula tidak ada lagi kata ini karena bencana alam atau semua ini karena salah alam/bumi ini. Bumi ini tidak pernah salah, tapi penghuninya yang salah tak lain manusia karena sikapnya yang terkadang pula terlalu serakah.  

Bumi tak meminta untuk dikasihani, tetapi setidaknya kita punya rasa yang tak kuasa melihat seringnya ia menangis bukan karena siapa tetapi karena ulah kita. Bila kita bisa menghibur dan menghentikan tangisannya. Dengan demikian pula setidaknya kita bisa berharap dengan usia bumi semakin menua dan tua renta ini masih asa untuk berlanjut dan kita semua boleh harmoni hingga nanti.

Petrus Kanisius-Yayasan Palung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun