Kita terkadang lupa tentang apa yang telah ekologi berikan bagi kita, tetapi acap kali kita mengabaikannya bahkan mempermainkannya (ekologi) dengan sikap atau perilaku kita berupa ego. Benarkah demikian adanya?.
Mulanya hubungan interaksi sesama makhluk hidup berjalan apa adanya sesuai dengan irama titah Sang Pencipta, namun perlahan tetapi pasti semua itu berubah menuju perubahan total. Entah secara sadar atau tidak sadar kita telah ego terhadap ekologi yang merupakan bagian dari ekosistem.
Satu kesatuan makhluk hidup yang mendiami bumi ini sejatinya selalu beriteraksi satu sama lainnya diciptakan untuk saling harmoni pada awal mulanya, akan tetapi seiring berjalannya waktu muncul yang namanya ego dan penyebabnya tak lain dan tak bukan adalah manusia alias kita secara tidak langsung atau pun langsung, sadar atau pun tak sadar.
Ekologi dan ego kita, mengapa dikatakan demikian?. Hubungan interaksi sesama makhluk hidup ini tampaknya saat ini telah mulai bergeser (berubah dengan cepat dan secara langsung). Tentu, ego kita boleh dikata sudah sangat sering mempermainkan ekologi. Kita sudah sering abai, hingga kita sibuk menyalahkan alam sekitar kita.
Lalu apa ego kita dengan ekologis?.
Suguhan menarik tetapi terkadang menakutkan karena akibat yang ditimbulkan oleh ego kita terhadap ekologi. Tengok saja banjir bandang, kebakaran hutan, hilangnya habitat ragam satwa karena ulah tak terkendali oleh ulah kita manusia.
Persoalan klasik pun sering dikatakan menjadi biang dari ego kita kepada ekologi. Bumi, air dan daratan serta segala isinya sudah menjadi genggaman manusia mengendalikannya atau memperebutkannya (ekologi). Dengan kata lain; hutan, tanah dan air menjadi perebutan semua orang dengan dalih pembangunan tetapi mengabaikan ekologi tanpa memperbaiki atau setidaknya merawatnya.
Hal lainnya adalah ketika satu kesatuan ekologi baik darat atau pun laut sedikit banyak tercemar oleh sampah-sampah plastik yang tak hanya merusak tetapi meracun bahkan membunuh satwa dan biota laut tidak terkecuali terumbu karang.
Mungkin benar adanya bila ulah oleh tangan-tangan terlihat dan tak terlihat disebut-sebut sebagai semakin terancamnya satwa. Banyak fakta yang terjadi yang tidak sedikit memakan korban jiwa, seperti misalnya kita melihat ikan paus yang mati karena memakan sampah-sampah plastik di lautan.
Direktur Yayasan Palung Terri Lee Breeden, mengatan; "Semua masalah bumi disebabkan oleh manusia, biasanya karena keserakahan (ego). Orang cepat mengeksploitasi sumber daya alam yang mengelilingi mereka untuk menghasilkan uang cepat. Banyak yang tidak menyadari bahwa dengan menebang hutan itu, atau membunuh hewan itu, atau membuang sampah di sungai memiliki efek jangka panjang yang tidak hanya mempengaruhi Anda, saya, dan semua orang di sekitar kita".
Lebih lanjut Terri, sapaan akrabnya sehari-hari menegaskan; "Seperti diketahui, hutan yang ditebang itu menyediakan air minum bersih, sayuran hutan segar, dan membantu mencegah banjir dan kekeringan. Hewan itu adalah simbol kekuatan dan kekuatan Indonesia, tetapi sekarang tidak lagi memiliki populasi yang sehat. Dan sampah itu, mungkin hilang dari perhatian kita semua, tetapi itu mencemari ikan yang Anda makan, air yang Anda minum, dan pantai yang indah di seluruh. Setiap keputusan memiliki reaksi. Kita harus membuat keputusan yang bijaksana sehingga reaksinya tidak berdampak pada sejumlah besar orang atau hewan".