Berawal, ketika Tomanse dan ketiga temannya menawarkan inisiatif untuk menghidupkan kembali budaya gotong-royong di masyarakat dengan cara bertani tanpa merambah di Tanah Kayong.
Saban waktu, dimulai sejak sebulan silam, ketika empat personil ini berkeinginan untuk membentuk kelompok yang misi utama mereka menghidupkan kembali budaya gotong royong bertani di Tanah Kayong (sebutan untuk masyarakat wilayah Ketapang dan Kayong Utara, Kalbar).
Tomanse demikian teman-temannya menyapa ketua kelompok mereka tersebut, Â bang Herman nama aslinya atau biasa disapa Man dan kini namanya berubah menjadi Tomanse. Â Tomanse bersama ketiga anggota kelompoknya yang terdiri dari Jakaria, Baharudin, Ishak dan Yanto memulai rutinitas mereka sehari-hari untuk bertani dengan terlebih dahulu mencangkul lahan untuk bedeng tanaman yang akan mereka tanam.
Menariknya, sistem gotong-royong tersebut di lahan mereka masing-masing. Mereka secara bergiliran membantu dalam kelompok. Mereka berharap ada masyarakat yang bisa mengikuti cara mereka dan bisa memanfaatkan lahan kosong untuk pertanian serta yang terpenting adalah menghidupkan kembali budaya gotong-royong di masyarakat setempat.
Hadirnya Tomanse dan kawan-kawan melalui kelompok mereka dengan nama kelompok Meteor Garden, awalnya sempat bingung akan di beri nama apa nama kelompok mereka. Atas ide-ide dari Wendi, Yayasan Palung dan teman-teman YP setuju kelompok petani  tersebut diberi nama Meteor Garden dan mereka tidak keberatan nama kelompok mereka dengan nama Meteor Garden. Itulah cerita singkat mengapa mama kelompok Meteor Garden, berharap langkah dan cara mereka bisa diikuti oleh masyarakat lainnya, lebih khusus menghidupkan budaya gotong-royong dalam hal bertani.
Petrus Kanisius-Yayasan Palung Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H