Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

MOM Day Orangutan: Tidak Sedikit Bayi Orangutan yang Hidup Tanpa Ibu

12 Mei 2017   15:29 Diperbarui: 13 Mei 2017   12:11 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sama halnya seperti manusia, orangutan juga perlu hidup bersama dengan orangtua lebih khusus seorang ibu. Demikian juga bayi orangutan yang perlu ibu mereka, namun sayang banyak diantara bayi orangutan harus kehilangan kasih sayang dan ajaran dari ibunya akibat banyak hal salah satunya semakin menyempitnya tempat hidup. Nasib dari bayi orangutan inilah yang menjadi keprihatinan sejatinya oleh semua dan secara bersama pula.

Orangutan Outreach (OO) sebagai penggagas ide untuk mengkampanyekan MOM (MISSING ORANGUTAN MOTHERS) mengajak secara bersama-sama beberapa lembaga yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap orangutan. Pada hari Minggu 14 Mei 2017, rencananya diperingati dengan beragam cara mengkampanyekannya lewat media sosial. Yayasan Palung (YP/GPOCP) bersama dengan beberapa lembaga konservasi yang memiliki konsentrasi kepada nasib orangutan dan pelestarian orangutan terlebih lebih khusus lembaga-lembaga yang memiliki konsentrasi rehabilitasi untuk merawat bayi-bayi orangutan yang yatim piatu seperti lembaga Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP), International Animal Rescue (IAR),  Borneo Orangutan Survival (BOS) ikut ambil bagian dalam MOM Day 2017.

Adanya MOM Day juga menjadi salah satu cara menggaungkan kembali perhatian terhadap nasib bayi orangutan yang kehilangan ibu mereka namun mereka harus tetap hidup untuk bisa berlanjut dan tidak punah.

Peringatan hari MOM bagi orangutan tidak lain adalah sebuah keprihatinan terkait bayi-bayi orangutan yang yatim piatu karena mereka kehilangan ibu mereka akibat banyak hal. Tidak sedikit dari bayi orangutan yang kehilangan ibu mereka. Salah satunya karena semakin menyempitnya tempat hidup dan terpengaruhnya populasi mereka akibat adanya pemukaan lahan (perluasan areal) untuk berbagai kepentingan; perkebunan, pertambangan, pertanian berskala besar. Ada juga perburuan, perdagangan dan beberapa diantaranya merupakan korban dari kebakaran lahan.

Di Dua tempat, Sumatera dan Kalimantan nasib ibu dari bayi-bayi orangutan tidak berdosa semakin hilang. Hilangnya ibu dari bayi malang orangutan tentu sangat beralasan, hidup tanpa ibu dan dituntut untuk terus hidup. Ini tentunya sangat menyedih sekaligus memprihatinkan,  membayangkan saat bayi hidup tanpa ibu apa jadinya?. Sebelum dewasa, sama halnya dengan manusia, orangutan perlu kasih sayang, perlu perhatian dan perlu ajaran untuk bekal setelah mereka dewasa.

Ajakan untuk secara bersama-sama siapa pun itu sudah menjadi satu keharusan saat ini untuk turut serta pada pelesatarian satwa/primata endemik ini agar orangutan, terlebih bayi-bayi orangutan yang ada bisa terselamatkan dan lestari hingga nanti. Bayi-bayi orangutan yang hidup sejatinya memerlukan ibu sama halnya dengan manusia. Mereka ( bayi-bayi orangutan) memerlukan kasih sayang dan ajaran hidupnya untuk menumbuhkan naluri terkait ajaran hidup dari ibunya. Dengan adanya ibu, sudah pasti juga orangutan bisa menjadi dewasa normal. Tiidak sedikit pula nasib bayi orangutan  hidup tanpa ibunya di kawasan hutan yang mulai terhimpit/sempit. Tak jarang bayi-bayi yang yatim piatu nafasnya terhenti karena hilangnya sosok ibu. Beruntung, beberapa nasib bayi orangutan yang berhasil diselamatkan oleh lembaga-lembaga rehabilitasi akhirnya bisa bernasib baik. Beberapa bayi orangutan pun mendapat perhatian dan memperoleh ajaran dari pengasuh mereka di tempat-tempat rehabilitasi. Bayi-bayi orangutan pun memperoleh materi ajar dari sekolah yang dikhususkan bagi mereka. Setelah mereka sekolah akhirnya mereka mengenal alam dan lingkungannya dan siap untuk hidup mandiri dialam bebas.

Bayi orangutan dan Ibunya di Gunung Palung. Foto dok. Yayasan Palung dan Tim Laman
Bayi orangutan dan Ibunya di Gunung Palung. Foto dok. Yayasan Palung dan Tim Laman
Direktur Yayasan Palung mengatakan, Yayasan Palung dalam ingin mengambil kesempatan ini untuk memberi pengakuan atas kerja keras semua ibu di seluruh dunia dan terutama kepada ibu orangutan. Orangutan bayi menghabiskan waktu pertama kehidupan mereka belajar tentang hutan dari ibu mereka. Tanpa cinta dan kasih sayang si induk orangutan bayi tidak akan bertahan. Mereka belajar keterampilan hidup yang berharga sangat mirip dengan apa yang diajarkan oleh ibu kita.

Sekolah-sekolah orangutan yang ada di beberapa tempat rehabilitasi menjadi sebagai salah satu cara mendidik bayi orangutan untuk belajar kembali (mengenal lingkungannya berupa hutan). Mengingat, bayi-bayi orangutan yang yatim piatu ada banyak diantaranya belum mengenal lingkungannya sewaktu di rehabilitasi (biasanya bayi orangutan masih berumur bulanan atau kurang dari usianya yang dewasa di usia 6-7 tahun). Dengan demikian, hilannya ibu mereka menjadi kesulitan tersendiri untuk mendidik dan merawat orangutan bayi hingga bisa mandiri agar bisa hidup bebas kembali.

Tidak hanya keprihatinan, hilangnya ibu dari bayi-bayi orangutan yatim menjadi sebuah kekhawatiran. Kekhawatiran tidak lain adalah akan keberlanjutan mereka hingga nanti. Keprihatinan lainnya walau mereka bisa hidup bebas namun yang menjadi tantangan kini lagi-lagi semakin menyempitnya habitat/rumah mereka dan kebebasan mereka hidup yang sering dibatasi oleh oknum pemburu. Belum lagi di lokasi-lokasi yang telah terjamah oleh pembukaan lahan yang berskala besar, ini tentunya semakin sulit dan menjadi kekhawatiran akan menjadi penghambat orangutan untuk berkembang biak dan berlanjut.

Ragam cara yang dilakukan oleh banyak lembaga yang memiliki perhatian, kepedulian untuk kelestarian dari nasib kera besar yang satu-satunya di Asia ini, lebih istimewanya di Indonesia (Kalimantan dan Sumatera) agar primata endemik ini terus bisa tetap hidup (tidak punah) dialamnya dan dapat berlanjut hingga nanti lestari. Selamatkan hutan dan orangutan untuk keberlanjutan hidup hingga nanti. 

#OrangutanMOM

Petrus Kanisius-Yayasan Palung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun