Bila hutan dan orangutan kian terkikis, sudah barang tentu makhluk hidup lainnya akan mengikuti. Mengingat, hutan dan orangutan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan sayang kiranya bila mereka (hutan dan orangutan) yang berada di Luar kawasan Lindung hilang begitu saja memiliki peran dan fungsinya begitu penting dalam keberlanjutan makhluk hidup.
Tidak bisa disangkal, keadaan ini nyata adanya terjadi saat ini (populasi orangutan berada di luar kawasan lindung). Ini juga dapat diartikan menjadi sebuah gambaran jelas betapa rawannya nasib keberlanjutan satwa endemik tersebut di tahun-tahun mendatang.
Dari hulu ke hilir, dari daerah perkotaan hingga pedalaman peristiwa demi peristiwa tak henti-hentinya memperlihatkan terkait keberadaan orangutan di habitatnya (hutan) semakin sempit dan terhimpit. Parahnya lagi, hilangnya sebagian besar luasan tutupan hutan merupakan kawasan yang bukan menjadi skala prioritas seperti di Kawasan Lindung, Taman Nasional ataupun Cagar Alam yang selalu menjadi perhatian. Selain rawan, namun juga sangat mengkhawatirkan terkait keberadaan dan keberlanjutan orangutan di luar kawasan lindung.
Mengingat, hampir pasti, keberadaan hutan-hutan  yang dimaksud (hutan di luar kawasan lindung) sedikit banyak tidak terawasi dan berimbas pada populasi orangutan salah satunya dan ragam jenis satwa serta tumbuhan yang berada berdampingan dengan tutupan hutan. hampir dipastikan pula, bila hutan tergerus sedikit banyak berimbas pada nasib semua makhluk hidup. Bahkan bila boleh dikata, sebuah kekhawatiran akankah populasi orangutan yang berada di kawasan lindung dapat terselamatkan atau malah sebaliknya.
Berdasarkan hasil analisis terakhir dari yang dilakukan terhadap populasi orangutan didapatkan bahwa populasi orangutanyang berada di kawasan konservasi hektarnya 22% sedangkan sebagian besar (78%) berada di luar kawasan konsevasi, baik di kawasan hutan produksi maupun di areal penggunaan lain (Baca;Wich dkk, 2012, dalam jurnal Prosedur Insitu di Luar Kawasan Konservasi). Melihat kenyataan ini maka disadari bahwa pengelolaan populasi orangutan in situ diluar kawasan konsevasi menjadi sangat penting.
Dengan demikian, perlu adanya tindakan nyata sebagai upaya bagaimana menyelamatkan populasi orangutan yang berada di dalam kawasan yang tidak dilindungi, salah satunya adalah menjadikan area tersebut sebagai kawasan konservasi tinggi. Selain juga mungkin atau seharusnya perlu adanya analisis, studi ancaman populasi orangutan. Menelusuri atau juga mendata (memetakan) ancaman konflik antara orangutan VS manusia. Selain juga saat ini perlu menyiapkan areal koridor bagi tatanan keberlanjutan orangutan juga bagi makhluk hidup lainnya termasuk manusia.
Benar saja, Indonesia mengalami tingkat deforestasi yang paling tinggi, data menyebutkan Saat ini Indonesia termasuk negara dengan tingkat deforestasi tertinggi di dunia, mencapai sekitar 680.000 hektar per tahun, berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa, dikutip dalam laman Kompas; Sebelum hutan menjadi kenangan.
Gambaran nyata ini tentu saja menjadi sebuah permenungan dan langkah nyata bagi semua, setidaknya dalam 30 tahun terakhir perubahan tatanan kehidupan begitu terasa. Berbagai krisis air bersih, kekeringan hingga semakin tergerusnya budaya lokal akibat pendudukan untuk perluasan areal perkebunan dan pertambangan oleh penguasa dan pengusaha.Â
Dampak sosial, ekonomi masyarakat bisa terpengaruh dengan munculnya budaya baru dan bukan budaya asli yang maaf-maaf kata tidak jarang mengarah dan mempengaruhi, misalnya bisa saja budaya baru berimbas pada kepunahan identitas adat (suku dan masyarakat adat) yang mendiami wilayah-wilayah tersebut, lebih khusus suku-suku pedalaman yang mendiamidan hidup mereka berada dalam satu kesatuan wilayah hutan di beberapa tempat di Indonesia. kekhawatirannya, hadirnya budaya baru yang cenderung hedonisme (hura-hura) tak jarang melunturkan budaya lama.
Singkatnya, pembukaan lahan secara besar-besaran dari tahun ketahun terus menerus saja terjadi entah kapan berhenti. Hal lain yang tidak kalah parahnya lagi hilangnya sebagian besar hutan selain populasi orangutan akan berpengaruh juga kepada adat tradisi masyarakat.
Perlu adanya regulasi dan tata aturan serta sanksi tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan yang terjadi terkait perusakan habitat dan populasi orangutan. Hal yang sama pula bagi masyarakat yang hidup berdampingan langsung dengan hutan perlu perhatian dan pemberdayaan serta penyadartahuan. Dengan kata lain; masyarakat sejahtera, hutan terjaga.Â
 Bila tidak, bukan tidak mungkin, populasi orangutan di luar kawasan konservasi bisa (di/ter) selamatkan dengan syarat adanya satu kesatuan untuk bersama-sama pula untuk menjaga. Sebab, bila hutan semakin menyempit dan makhluk hidup semakin terjepit maka sudah barang tentu akan menuai dampak yang saat ini pun sejatinya telah sering terjadi seperti banyak orang mengatakan adalah bencana.
Petrus Kanisius-Yayasan Palung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H