Rasa senang dan bahagia, mungkin kata yang cocok untuk diucapkan karena bisa melihat (menengok) pemandangan langka satwa saat satwa dilindungi yang  juga boleh dikata sudah mulai langka. Satwa itu bernama kelasi, entah sengaja atau tidak, yang pasti satwa dilindungi tersebut bertandang di hutan tempat kami, minggu lalu (18/9), di kantor Yayasan Palung, Desa Pampang Harapan, Sukadana, KKU. Â
Dengan suaranya yang khas seperti orang tertawa, kelasi sedikit menjauh menegur saya ketika saya berusaha untuk mendekatinya. Namun, senang dan bahagianya saya, karena bisa mendapatkan kesempatan untuk bertemu dan mengabadikan foto tiga ekor kelasi tersebut. Diperkirakan, kelasi  tiga ekor tersebut adalah satu keluarga. Terdiri dari induk, anak dan pejantan.
Saat saya berjumpa dengan sekelompok kelasi tersebut; senang, bahagia dan mungkin juga sangat beruntung. Namun, satwa langka tersebut cukup jauh jaraknya dengan saya sehingga membuat saya agak kesulitan untuk melihat secara jelas kelasi tersebut, foto yang saya ambil pun agak sedikit kurang jelas. Sekilas, sepertinya keluarga kelasi tersebut sedang bersantai dan mencari kutu ditubuh anaknya.
Seperti diketahui, hutan Kalimantan menjadi tempat habitat (tempat hidup) kelasi. Satwa yang hidup berkelompok ini biasanya menyukai buah-buahan hutan seperti buah rambutan hutan, cempedak dan beberapa jenis buah hutan lainnya.
Kelasi termasuk satwa yang dilindungi dan keberadaanya saat ini sudah mulai jarang dijumpai alias langka. Alasannya; pertama, satwa ini hanya mendiami hutan-hutan Kalimantan. Kedua, hutan yang menjadi tempat hidup dari kelasi dari tahun ke tahun sudah semakin berkurang oleh berbagai sebab antara lain untuk  pembukaan lahan berskala luas.
Dalam Perundang-undangan Indonesia, kelasi termasuk dilindungi, berdasarkan SK Mentan No. 247/Kpts/Um/4/1979 dan Peraturan Pemerintah no. 7 tahun 1999 dan UU nomor 5 tahun 1990 yang tertuang dalam pasal 21 ayat 2 dan pasal 40 ayat 2 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, yang melarang memilihara, membunuh (memburu), memperjualbelikan satwa dilindungi, dengan sanksi pidana jika melakukan pelanggaran dengan sanksi 5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah.
Sampai saat ini, keberadaan populasi lutung merah (kelasi) di alam liar dari hari ke hari semakin terancam dikarenakan beberapa penyebab utama seperti pembukaan lahan lahan berskala besar, kebakaran hutan, perburuan dan perdagangan satwa liar.
Petrus Kanisius-Yayasan Palung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H