Jika boleh dikata, untung belum tentu, rugi sudah pasti. Mungkin itu kata yang cocok untuk diucapkan. Mengingat, dalam rentang waktu puluhan tahun terakhir, tidak bisa disangkal hutan belantara selalu membara dengan kobaran api hingga asap di beberapa wilayah Indonesia. Tidak lain adalah tentang kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang selalu berulang.
Tentunya, persoalan ini (kebakaran hutan dan lahan) tidak sedikit berpengaruh pada sendi-sendi kehidupan masyarakat kebanyakan. Mulai dari soal kabut asap yang muncul, ditimbulkan dari adanya pembukaan lahan hingga berdampak luas pada sosial dan ekonomi masyarakat.
Terhitung dari tahun ke tahun kerugian akibat dari berdampak tak sedikit bagi Indonesia. Kerugian dari dampak dan biaya untuk penangan karhutla sama besar. Kebakaran hutan membuat pemerintah Indonesia rugi $15,72 miliar atau sekitar Rp221 triliun.", (Bank Dunia, Indonesia rugi akibat kebakaran hutan).
Lumpuhnya sendi ekonomi dan lingkungan pun tidak terelakan, demikian juga dengan kesehatan. Pengaruh bencana asap melumpuhkan transportasi udara, darat dan laut di beberapa penjuru wilayah. Dampak dari kebakaran juga pada kesehatan, seperti Ispa (sesak nafas), mata perih, radang paru dan lain sebagainya. Tersebutlah hutan yang tersisa Kalimantan dan Sumatera, Papua yang kerap kali dilahap si jago merah. Tak pelak yang terparah dari munculnya Karhutla juga berimbas pada negeri tetangga.
Entahlah, tetapi yang pasti penyebab dari kebakaran hutan dan lahan sudah menjadi keresahan dari kebanyakan orang di negeri ini. Korban harta dan nyawa sudah pasti. Harta benda berharga berupa tanah berisi pertanian dan kebun (padi, kopi dan karet, dll). Tidak hanya itu, makhluk yang hidup di habitatnya berupa hutan seperti beragam jenis satwa dan tumbuh-tumbuhan langka menjadi semakin terusik dan sulit bertahan hidup.
Keadaan darurat asap dan upaya dari pemerintah pun menjadi ketetapan untuk mengatasi persoalan ini. Bahkan, pemerintah menyiapkan strategi penanganan pencegahan dan penanggulangan dengan cara membentuk satuan atau kelompok pemadam kebakaran di setiap daerah, wilayah hingga ke di tingkat desa yang rentan terjadinya kebakaran lahan dan berjanji tidak akan terjadinya kebakaran hutan dan lahan pada tahun ini, tahun 2016 hingga selanjutnya.
Upaya-upaya lainnya seperti membuat embung, kanal ataupun kolam sebagai sumber air disiapkan di areal-areal (lahan) yang mudah terbakar, terlebih lahan gambut. Dari berbagai kesatuan seperti TNI dan Kepolisian menyiapkan pasukan khusus mereka untuk mencegah kebaran hutan dan lahan melalui rencana patroli.
Banyak pihak menyambut baik dari adanya rencana ini. Tetapi tidak sedikit pula yang mempertanyakan, apakah upaya pencegahan dan penanggulangan akan maksimal dan akan mampu meredamkan karhutla atau justru cenderung berulang. Mengingat, sebagai contoh, tidak sedikit di daerah-daerah atau wilayah yang ada di Kalimantan dan Sumatera ataupun juga di wilayah lainnya sangat sangat rentan bila musim kemarau tiba.
Berharap dan semoga saja, berbagai rencana dan strategi yang diambil oleh pemerintah mampu mengatasi persoalan kebaran hutan dan lahan (karhutla). Sehingga dengan demikian masyarakat pun tidak resah lagi dengan persoalan karhutla ini. Semoga saja...
By : Petrus Kanisius- Yayasan Palung
  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H