Tidak untuk sumpah serapah untuk mengamini bencana terjadi, tetapi bagaimana melihat apa yang sudah terjadi.
Kebijakan dari para pembesar dinanti untuk kebijaksanaannya.
Tangan-tangan dari semua pihak pun dinanti untuk melakukan perbaikan.
Bila hutan menjadi tanggungjawab bersama, berati nafas keberlanjutan nafas segala bernyawa (makhluk hidup) sama halnya masih dapat terselamatkan dan masih bisa berlanjut.
Pepatah, mati satu tumbuh seribu, sejuta sampai tidak terhingga sejatinya terjadi untuk terus menerus nyata dan terjadi andai ingin hutan tetap berdiri kokoh, sehingga manusia, satwa masih bisa bersukaria bertahan dan masih bisa diharap.
Menanti, dinanti tak salah jika berujar tentang nasib hutan, nasib bumi, nasib satwa, nasib manusia dan nasib semua nafas kehidupan saat ini.
Semoga tidak ada lagi tangis derita menggema yang menyalahkan hutan dan bumi. Berharap, suka cita dan lestarinya hutan, manusia, satwa bersama bumi yang semakin harmoni untuk kehidupan hingga nanti.
By : Petrus Kanisius-Yayasan Palung
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H