Satu kesatuan tersebut saat ini telah dan sedang terjadi terkait; konflik kepentingan para pembesar versus hak masyarakat, terus saja terjadi. Apakah itu?.
Berbicara tentang konflik kepentingan para pembesar dan hak masyarakat sudah pasti itu sangat sensitif. Adanya konflik pasti ada sebab dan juga akibat. Kemudian juga apa itu kepentingan para pembesar yang selalu berhadapan dengan hak-hak masyarakat.
Apa sesungguhnya konflik yang dimaksud?. Dalam tatanan kehidupan sungguh tidak terelakkan yang namanya konflik. Seperti didalam kehidupan berkeluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara sudah pasti konflik itu ada. Misalnya konflik muncul karena salah paham dan tidak seragamnya pemikiran dan kehendak. Adanya konflik yang muncul akibat adanya perbedaan pandangan, fisik dan perilaku emosional terhadap suatu hal yang terjadi dan tidak terlepas dari adanya kepentingan. Selanjutnya, apa itu kepentingan para pembesar dan hak masyarakat?. Kepentingan para pembesar lebih kepada untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Misalnya oknum pengusaha yang tidak jarang mengabaikan hak-hak masyarakat adat. Terjadinya hal ini memang tidak disangkal.
Seperti yang terjadi, konflik kepentingan acapkali terjadi menyangkut lahan (tapal batas/konflik agraria) tanah milik masyarakat. Boleh dikata, Undang-undang penguasaan tanah dikuasai oleh negara, cukup membingungkan karena berhadapan dengan hak penguasaan tanah milik pribadi (perorangan) VS tanah adat. Memang, Undang-undang penguasaan tanah adat saat ini dikuasai oleh sepenuhnya oleh masyarakat adat. Lalu bagaimana dengan penguasaan tanah milik para pembesar (penguasa/pengusaha/pebisnis)?.
Rentetan berbagai kejadian konflik yang terjadi menjadi sebuah realita nyata terkait konflik kepentingan para pembesar versus hak masyarakat terjadi dan menjadi kekhawatiran. Kekhawatiran tidak lain adalah adanya korban jiwa dan juga harta benda berupa lahan berupa ratusan bahkan jutaan hektar luasannya yang juga mengorbankan nasib tidak sedikit nyawa satwa/makhluk hidup. adanya lahan tidak luput dari soal lainnya yaitu soal kebakaran yang terus berulang. Setiap terjadinya perebutan lahan atau mempertahankan lahan sering kali menimbulkan dampak langsung pada masyarakat dan masyarakat yang menerimanya. Tengok saja kasus Salim Kancil di Lumajang, Jatim yang mengemuka pada tahun 2015 lalu. Jika boleh dikata kasus yang terjadi adalah terkait syarat dengan kepentingan-kepentingan oknum para pembesar yang mengorbankan masyarakat. Tidak hanya itu, rentetan kasus-kasus serupa juga terjadi di beberapa di banyak wilayah  (hampir merata) di Indonesia. Fakta jelas yang terjadi dilapangan tersebut tentu menjadi pekerjaan rumah oleh pemangku kebijakan untuk sejatinya harus bijak.
Adanya konflik yang terjadi sungguh sangat disayangkan mengapa sampai terjadi. Hampir pasti tidak kunjung padam. Mengapa demikian?. Tidak untuk saling menyalahkan siapapun, namun yang pasti dari sekian banyak kasus cenderung selalu tidak kunjung padam. Hilang satu muncul lagi kasus baru.
By : Petrus Kanisius- Yayasan Palung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H