Jika aku boleh berandai-andai bila aku menjadi hutan dan satwa maka aku akan menjaga dan melindungi manusia. Aku  tahu dan sadar,  tidak sedikit manfaat dan fungsi dari  hutan dan satwa bagi manusia.
Bukankah kita memperoleh udara segar secara gratis karena hutan. Demikian juga dengan satwa, adanya satwa dapat menyemai dari sisa-sisa makanan mereka yang mana juga akan menjadi pohon (hutan) di rimba raya.
Bagaimana dengan manusia terhadap hutan dan satwa?
Memang tidak bisa disangkal, hutan dan satwa memiliki peranan penting untuk keberlanjutan bumi ini dan keseimbangan ekosistem. Yang pasti, itu juga diperuntukan bagi manusia.
Tidak bisa disangkal kini, banyak diantara manusia yang tidak menghargai alam dan satwa dengan merusak dan memusnahkan habitat tinggal segala jenis binatang (satwa) berupa hutan. Demikian juga halnya dengan beragam satwa yang semakin berkurang bahkan diambang kepunahan. Sebut saja orangutan, harimau, badak, kelempiau, enggang, cendrawasih serta satwa lainnya yang mendiami lautan dan sungai tidak kalah terancamnya akibat alih fungsi untuk reklamasi.
Bila musim penghujan atau kemarau tiba tampak jelas, manusia begitu sibuk ketika banjir datang menghadang dan bila kemarau tiba kekeringan serta kebakaran menghampiri.
Hal lainnya yang tidak pernah henti-hentinya terjadi adalah ketika tata kelola lahan masih belum sepenuhnya berjalan. Lahan semakin luas terbuka, sementara luasan tutupan hutan semakin berkurang.
Tata aturan dan kebijakan demikian juga adanya, penyebab dari berbagai sebab akibat masih terus terjadi serta berulang. Menanti para penguasa dan pembesar mencari solusi.
Konsep ekonomi hijau yang ramah lingkungan kian dicari kini untuk memperlambat kerusakan bumi yang telah terlampau panas ataupun juga dingin yang ekstrim.
Petani dan nelayan semakin bingung dengan anomali cuaca yang berubah-ubah, sulit menentukan waktu untuk bertani juga melaut.