[caption caption="(Burung Garuda Hijau) Foto wujud burung dari sisa-sisa pondok orang berladang, lokasi di Pematang Gadung, Matan Hilir Selatan, Ketapang, Kalbar. Foto karya; Erik Sulidra."]
[/caption]Mengapa burung garuda hijau itu cantik, tetapi juga gagah?. Tengok saja, balutan tumbuhan menjalar di semak belukar tersebut membalut secara alami sehingga membentuk (berwujud) burung hijau. Ini juga menjadi penanda dan juga sebagai pengingat, bagaimana dengan kita semua bisakah membalut luka alam semesta yang semakin tercabik dan terhimpit?.
Rimbun, raya, riuh rendah suara segala bernyawa yang dulu selalu berpadu menjadi satu. Foto cantik dan juga gagahnya dari burung hijau jika boleh dikata mirip burung garuda hasil jepretan (karya) dari Erik Sulidra. Burung hijau seakan bisa bercerita (mengatakan) sesuatu. Sesuatu tersebut tentang banyak hal, salah satunya warna hijau daun jika boleh menganalogikannya sebagai perlunya konservasi atau juga mengabarkan perlunya hijau kini.
Burung garuda hijau cantik dan gagah itu mengatakan sesuatu. Jika boleh berkata, dalam balutan hijau yang terangkai indah itu bercerita tentang sesamanya di negeri ini yang semakin terhimpit hingga menjerit entah kapan tibanya mendera.
Seperti terucap dari bibir sang pengabdi penyuka juga penyuara konservasi tanpa ragu bersuara melalui karya. Ia (Erik Sulidra) berujar; Foto itu menyerupai sosok burung, burung identik dengan terbang. terbang artinya berpindah. Tumbuhan merayap tumbuh secara alamiah membentuk wujud burung dari sisa-sisa pondok orang berladang. Artinya apa?, tumbuhan saja ingin terbang, meninggalkan tempatnya. Karena?. Seandainya tumbuhan bisa terbang, maka garuda hijau telah lama terbang. Mengingat, tanah tempat berpijak sudah rusak. Batang-batang tubuh pohon didurhakai manusia, tetapi tumbuhan bisa apa?, hanya simbol yang mampu ia berikan.
Balutan-balutan tumbuhan hijau daun itu menjalar secara alami, tidak ada yang mengganggu tumbuh dan berkembangnya. Namun, sesamanya tidak lagi banyak. Jika banyak itu yang rebah tak berdaya hari demi hari hingga kini.
Tengok sekeliling burung hijau itu, ada berdiri puluhan batang namun tidak lagi bermahkota berambut teruri lebat. Hanya kering kerontang, hidup segan menunggu waktu apakah masih bisa berlanjut, itupun jika tidak ada yang mengusik. Berharap tumbuh dan berkembang hingga tua renta.
Sesuatu itu, tentang suara kepak sayap burung-burung terbang dan hinggap didahan tidak lagi riuh rendah, tidak lagi berpadu. Rimbunnya rimba raya bersama segala bernyawa seakan semakin asing terdengar karena takut dengan riuh rendah dan hiruk pikuk suara deru mesin yang tanpa henti menggerus, mengeruk perut bumi, demikian juga rimbunya hutan semakin sulit berdiri karena selalu kalah sehingga rebah tak berdaya.
Sesuatu tentang nafas semua segala bernyawa. Burung hijau itu selain tampak cantik dan gagah juga seperti sedang melindungi dan mengeramkan (menetaskan)anak-anaknya berupa burung hijau lainnya yaitu kita semua. Tetapi bagaimana dengan kita semua?. Akankah akan meretas tumbuh dan selalu tumbuh hijau dan tidak ada hama?.
Membentangnya sayap burung itu tidak lebih sama seperti burung garuda. Mengatakan tentang yang menjadi semboyan bangsa Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “Berbeda-beda, Namun Tetap Satu“. Dengan demikian pula, bila boleh berpendapat dan berujar, burung hijau ini juga sebagai salah satu bentuk penada, pengingat yang kuat bagi kita walaupun berbeda-beda, tetapi tetap satu yaitu, hijaunya bumi berupa pepohonan masih boleh kita jumpai dan kepak sayap masih boleh kita dengar kicauannya bersama suara nafas segala bernyawa lainnya berpadu. Semoga ada rasa rindu untuk bersuara juga tindak juga langkah nyata bila ingin semua tetap abadi dan lestari.
By : Petrus Kanisius –Yayasan Palung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H