Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Artikel Utama

Sekali Lagi, Masih Layakkah Aku Disebut Hutan?

13 Januari 2016   12:11 Diperbarui: 13 Januari 2016   20:32 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pesan utk alam, Setelah pohon terakhir kita tebang barulah kita tahu bahwa Duit tidak bisa kita makan."

Hutan di sebut sebagai salah satu sumber untuk penopang hidup.  Apapun bentuknya hutan tersebut tetaplah hutan. Tetapi,  Kini aku (hutan) masih layak kah di sebut hutan kini?. Dari waktu ke waktu hingga kini tidak bisa disangkal-sangkal,  Aku hutan selalu menjadi incaran banyak kalangan yang juga dimanfaatkan untuk berbagai bisnis dan keuntung saja tanpa melihat nafas hidupku secara berlanjut.

Aku tidak meminta imbalan dalam aku tumbuh berkembang hingga menjadi tajuk-tajuk yang rimbun, tentu Yang Kuasa mengirimku untuk hidup dan melindungi semua.

Kita diciptakan tidak untuk saling menyakiti, tatapi untuk menyayangi dan mencintai hingga jaman berganti jaman, abad berganti abad dan tahun berganti tahun kita seutuhnya sama saling menjaga.

Entah sadar, tersadar atau tidak sadar. Aku hutan sebagai paru-paru dari nafas hidup segala bernyawa. Setahu aku itu kegunaanku berdasarkan titah Sang Kuasa kepadaku.

Sejatinya aku hutan,  tetapi masih layak kah aku disebut hutan.Mungkinkah aku mengadu tentang jati diriku sebagai hutan?.

Jika aku hutan, aku sudah pasti dipupuk, ditanam, dijaga (dirawat), dilindungi dan dipelihara.

Mengapa kini aku terus bernasib seperti ini?. Digusur diusir, diperdebatkan, dimusnakan dari tempat aku berasal dan berada. Adapula yang membakar tubuhku, mencabik-cabik kulitku, memotong rambutku hingga mahkotaku hilang.

Banyak yang bilang, tubuhku begitu banyak orang yang berlomba untuk membeliku jika aku berkualitas kelas satu, bertubuh tambun dan kokoh berdiri. Tetapi jika aku tidak dibutuhkan aku dibuang hanya diperlukan ditungku perapian dan semak belukar.

Tetapi kini, lihatlah, rambutku kian rontok dan botak karena selain sering dicukur, rambutku enggan untuk tumbuh kembali. Dihabitatku pula aku merasa sudah semakin terhimpit, terhimpit sebangsa baru tetapi bukan aku yang tumbuh bersisir rapi. Akupun kekurangan asupan makanan, sering kali aku tidak kebagian karena rebutan. Demikian pula dengan tumbuh dan kembangku yang tidak sampai dewasa, algojo-algojo selalu memancungku. Terkadang aku tumbuh seadanya, jika dikatakan hidup segan mati sudah pasti.

Banyak pula yang mengatakan bahwa jika suatu saat nanti aku tidak bisa berdiri kokoh, rebah tak berdaya maka banyak yang tidak terlindungi. Ada pula yang mengatakan jika tidak bisa berdiri kokoh berjejer dan berbaris, bumi akan menghangat dan panas terik bersama kering kerontang. Jika ada hal-hal tidak baik, sudah pasti banyak orang bilang bencana alam. Sesungguhnya kami tidak penebar bencana. Aku sedih mendegarnya, tetapi aku tidak bisa bicara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun