[caption id="attachment_319214" align="alignnone" width="285" caption="Foto doc. http://arieflmj.wordpress.com"][/caption]
“Mimpi Sebuah Harap Esok Hari Lebih Baik”
Saat tidur sering kali kita bermimpi atau mimpi. Mimpi merupakan bunga tidur tentang sebuah peristiwa dan realita yang terjadi dalam hidup atau tentang satu hal yang akan terjadi kedepan tentang fakta realita hidup dan ini terus terjadi bagi siapa saja. Sudah pasti mimpi sebuah harap esok hari.
Mimpi atau bermimpi/berhayal dan berharap esok hari menjadi realita nyata tentu sudah menjadi keinginan semua orang tentang harapan untuk lebih baik dan terus positif tentang realita dan dinamika hidup saat ini. Tengok saja, realita sosial, ekonomi, politik, lingkungan, ikatan, hubungan, relasi dan apapun saat ini tak ubah terjadi pasang surut.
Realita dan dinamika sosial telah terbawa arus deras perkembangan jaman. Nilai-nilai sosial seakan beralih menjadi dokma baru. Sudah tidak heran, rasa kekeluargaan sudah semakin berkurang volumenya akibat teknologi. Ruang lingkup sosial semakin terabaikan atau tidak mendapatkan tempatnya lagi. Rumah-rumah mewah terpajang di sana sini, namun ada jerit tangis yang tak jarang (di/ter) dengar di beberapa kota, akar rumput (di/ter) gusur untuk berpindah akibat industri dan pembangunan. Kaum berada dan kaum papa seolah ada batas penyekat. Ruang kumpul keluarga terbagi/tersekat dengan teknologi yang tidak mengenal ruang dan waktu. Nilai-nilai kesopanan berganti dengan tingkah polah dokma baru bernama congkak. Bapak, ibu, anak tidak lagi berkumpul di meja makan tetapi sesuka mereka ingin makan dimana saja saat santap malam atau pagi hari. Anak tinggal anak, ada pengasuh yang merawat dan mengurusi. Rasa sayang anak tidak lagi pada Ibu Bapanya tetapi sang pengasuh yang merawat. Ronda malam, jam belajar masyarakat berganti hiburan yang sungguh menakjubkan tetapi rentan bagi anak-anak. Masih adakah hiburan yang benar-benar bisa menghibur ? atau malah mengajarkan bayak hal yang negatif ?. Silakan masing-masing untuk merenungkan/menilai. Ada juga cerita pembanding Si Kaya dan Si Miskin, yang kaya semakin diperkaya dan yg miskin semakin (di/ter) miskin oleh keadaan dan fenomena. Tidak berhenti-hentinya TKI Wanita terdera berbagai kasus dan belum usai tuntas terselesaikan.
Fakta ekonomi berbicara dan melukiskan tentang beragam dinamika putar otak para pakar untuk meningkatkan pertumbuhan pendapatan dan membantu Negeri dalam goncangan hebat. Tambal sulam ibarat perahu bocor semakin sulit ditambal, demikian juga terjadi dengan arah perahu yang terus terombang ambing oleh terpaan badai yang tanpaknya terus mendera dan sulit berlalu. Kekayaan Alam berlimpah semakin surut hasil, adapun hasil tidak jarang hanya sebatas numpang lewat dan berlabuh di negara-negara tetangga dan negara mitra. Jerit tangis akar rumput seolah selalu cepat saja berlalu ketimbang teriakan nyaring di gedung-gedung bertingkat yang selalu didengar.
Tidak jauh berbeda, lingkungan sekitar dan lingkungan alam (hutan dan isinya) semakin terhimpit. Hamparan luasan hutan berganti fungsi dan manfaat. Banyak para petinggi yang mengesampingkan fungsi lingkungan terutama hutan. Tidak heran, bencana bertubi-tubi menghampiri untuk mengunjungi kota-kota, kita masih ingat banjir membuat para petinggi menyinsingkan celana di Istana karena takut basah. Demikian juga blusukan di beberapa tempat, jadi ingat ASAP di Riau. Jadi teringat juga dengan beberapa satwa yang lari ke pemukiman penduduk dan bahkan kematian beberapa satwa di beberapa wilayah Kalimantan karena habitat mereka sudah semakin sedikit dan terhimpit.
Ikatan, hubungan, relasi dan apapun saat ini sudah semakin hebat dan modern. Dengan semakin hebat dan modernnya tidak jarang menjadikan ikatan, hubungan dan relasi tersebut menjadi sebuah pemisah. Tidak jarang, keberagaman terluka hanya adanya politik dan kepentingan semata. Saling tuding, saling serang dan apapun namanya mulai menyeruak. Masyarakat kecil tanpa tersadar tertawa sekaligus miris melihat tingkah polah dari para pembesar.
Banyak Kata beribu janji itulah kira-kira menjadi lontaran yang terlontar dan menggema di segenap penjuru. Tetapi apa boleh dikata, banyak kata dan beribu janji tidak semuanya teruji dan terbukti. Masyarakat kecil tetaplah masyarakat kecil dan sudah/telah (di/ter) biasa menjadi tempat pesakitan dan kesenangan bagi para pembesar dan para pemodal.
Catatanku ini tidak untuk menilai, tidak mengoreksi, tidak membenarkan, tidak juga ingin dibenarkan. Catatan ini hanyalah catatan dari sebuah orat-oret (tulisan) tentang negeri saat ini menurut diriku.
Mudah-mudahan mimpi di esok hari lebih baik dari hari ini bagi semua dan bersama, semoga saja.
By : Petrus Kanisius “Pit”- Yayasan Palung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H