[caption id="attachment_359541" align="aligncenter" width="520" caption="Sirih, pinang, tembakau tepe"][/caption]
Budaya dan tradisi menyirih pinang di Masyarakat Indonsia menjadi sebuah keberagaman yang tidak ternilai harganya. Mengapa demikian?. Ya, karena budaya menyirih pinang hampir semua masyarakat mengenalnya dan tampa melihat perbedaan. O, ya sudah seminggu saya mencoba menyirih. Kebetulan Ibu/mama/umak membawa pempinang/dade yang berisi sirih pinang, gambir dan tembakau sugi dari kampung beberapa waktu lalu. Wah ternyata asyik juga menyirih dan aku merasa mulai terbiasa untuk menyirih. Wadohh.. hehehehe...
Bangga, mungkin kata itu yang cocok untuk disematkan bagi masyarakat Indonesia karena masih menjalankan adat dan tradisi menyirih pinang hingga saat ini. tradisi ini menjadi sebuah kekayaan budaya, adat tradisi masyarakat.
Tak kenal maka maka tak sayang, Sirih pinang, gambir, kapur dan tembakau tepe’ demikian sebagian besar masyarakat Melayu dan Dayak menyebutnya. Sirih pinang sebagai hidangan pembuka saat tamu bertandang (berkunjung) pada suatu tempat di beberapa tempat di pedalaman di Kalimantan. Sebagai tuan rumah dan tamu, sirih pinang menjadi tanda perkenalan dari tuan rumah dan penghormatan bagi tamu.
[caption id="attachment_359542" align="aligncenter" width="600" caption="Sirih, pinang, kapur siap untuk disuguhkan pada tamu. foto dok. pribadi."]
Menyirih dengan menggunakan sirih, pinang, kapur, gambir dan tembakau menjadi satu kesatuan budaya bangsa Indonesia yang sampai hari ini masih ada di tengah kemajuan jaman. Ibarat pepatah, budaya menyirih telah mendarah daging pada masyarakat kita Bangsa Indonesia.
Di Kampung-kampung, terlebih khusus di daerah Kalimantan, Papua, Jawa, Nusa Tenggara Timur, Sumatera dan mungkin juga terdapat di daerah lainnya. Namun yang pasti, budaya menyirih ini hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia, akan tetapi beberapa wilayah lainnya mungkin saja tidak menjalankannya.
Bagi Masyarakat Kalimantan, dari usia tua hingga yang muda pun masih ada yang menyirih. Dalam kehidupan sehari-hari, Sirih pinang sudah menjadi kebutuhan pokok dan cenderung sulit untuk dilupakan, dengan kata lain sirih pinang sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Hampir pasti, setiap bangun pagi setelah mencuci muka atau pun bahkan tidak sama sekali; nenek, kakek atau pun muda-mudi yang terbiasa menyirih tampak langsung meraih Pampinang/Dade (wadah atau tempat untuk menyimpan sirih pinang, kapur, gambir dan tembakau), istilah masyarakat Simpang Dua dan Simpang Hulu, Ketapang, Kalbar menyebutkannya. Mereka terlebih dahulu mendahulukan memakan sirih, pinang, gambir dan ada yang menggunakan tembakau menjadikannya sebagai sugi (tembakau yang dibulatkan dimasukan diantara/disela-sela gigi dan bibir) menjadi makanan pembuka/ sarapan di pagi hari. kebiasaan makan sirih pun berlanjut setelah mereka makan, saat aktifitas padat dalam sehari-hari mereka dan menjelang tidur malam.
Menariknya tentang budaya menyirih pinang ini menjadikan sebuah gambaran keramahan dan penghormatan bangsa Indonesia terhadap tamunnya.Budaya dan tradisi menyirih dari sirih pinang menjadi bagian dari adat yang selalu disertakan pula ketika ada acara penyambutan tamu dalam acara atau gawai (acara-acara adat rutin). Selain itu, acara adat rutin seperti pertunangan adat, pernikahan adat dalam tradisi masyarakat dayak masih selalu menyertakan sirih pinang sebagai hidangan utama yang harus ada saat prosesi adat berlangsung. Biasanya dengan menyirih para tetua adat, tua muda terlihat ikut ambil bagian untuk menyirih dengan bibir terlihat berwarna merah setelah menyirih, sesekali mereka membuang ludah/ liur karena menyirih. Walau pun muda, terkadang ada banyak masyarakat yang telah terbiasa dengan menyirih pinang. Adapula dari muda-mudi yang mencoba untuk menyirih saat acara-acara adat berlangsung.
Sementara itu, di Wilayah Papua dan NTT, ada juga budaya menyirih. Tetapi yang sering kita lihat, mereka lebih kepada makan buah pinangnya. Bagi kebanyakan orang menyebutkan dengan menyirih (makan sirih pinang atau makan pinang saja) dapat membuat gigi menjadi kuat. Biasanya, gigi dari tua muda yang terbiasa menyirih berubah warna menjadi hitam.
Banyak diantaranya yang mengatakan bahwa menyirih itu tidak sehat, namun masyarakat tetap percaya dengan menyirih pinang dapat mengobati sakit gigi secara alami. Secara medis belum tahu pasti apakah menyirih berdampak negatif atau tidak bagi kesehatan atau bahkan sebaliknya memiliki dampak baik bagi kesehatan lebih khusus gigi. Hanya dokter gigi beserta staf-stafnya yang tahu. Hehehe...
Budaya tradisi menyirih pinang sebagai sebuah warisan leluhur yang ada sejak dulu. Berdasarkan asal usul budaya menyirih menyebutkan sudah ada secara turun temurun sejak nenek moyang dulu, diperkirakan sejak abad ke -6 masehi, sudah dikenal oleh masyarakat Indonsia. Sedangkan di Kalimantan, budaya menyirih itu ada sejak abad ke 9 hinggaabad ke-10. (sumber; dari berbagai sumber). Sedangkan di wilayah-wilayah lainnya tidak disebutkan sejak kapan masyarakat mengenal budaya menyirih ini. Semoga budaya menyirih ini tidak usang dimakan waktu. Semoga...
By : Petrus Kanisius ‘Pit’- Yayasan Palung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H