By Hendra Subrata
Waktu kecilku, saya tinggal di sebuah rumah berarsitektur Belanda di Kalimantan Barat.
Rumah dengan halaman luas di depan, di belakang dan khusus di samping ada sebuah sumur ukuran 5 x 5 meter, dalam : 2 meter. Di kolam tersebut banyak ikan sepat, gabus dan betok.
Saya suka menangkap anak ikan sepat dengan menggunakan gayung dan menyimpannya di ember.
Suatu hari, ibu meninggalkan saya di rumah dijaga oleh seorang pembantu.
Saat itu saya berusia 6 tahun.
Ibu tahu saya suka menangkap anak ikan sepat di kolam.
Oleh karena itu, pintu depan dikunci dari dalam, saya ditempatkan di ruang tengah bersama pembantu yang menjagai saya sambil menyeterika. Pintu ruang dapur juga sudah dikunci, demikian pula pintu menuju ke halaman belakang.
Saya duduk di jendela di mana di bawahnya adalah kolam tersebut.
Jendela itu cukup besar, sudah dipasang jeruji besi dan dililit dengan kawat.
Sambil duduk menghadap kolam dan mendengar dongeng dari pembantu saya, secara perlahan namun pasti, saya melorotkan kawat tersebut ke bawah.
Ketika pembantu saya membelakangi saya dan asik bekerja, secara perlahan dan tanpa suara saya meloloskan diri dari jendela.
Saya ambil gayung yang sudah saya tinggalkan di pinggir kolam dan mulai menangkap anak ikan sepat.
Mereka sepertinya jinak, tapi selalu menjauhi. Saya berusaha menggapai mereka, namun saya kehilangan keseimbangan dan jatuh ke dalamnya.
Saya tidak bisa berenang dan panik. Saya berusaha meraih pinggiran kayu dari kolam tersebut namun tidak berhasil. Dan sayapun mulai kehabisan tenaga dan napas.
Saya seakan bisa melihat ke sekeliling dan melihat diriku mulai tenggelam, hanya tinggal rambut saja yang masih kelihatan. Dalam waktu hampir bersamaan, saya mendengar ada sudah orang panik memanggil manggil namaku dengan histeris.
Setelah itu, penglihatanku dan pendengaranku hilang.
Tiba tiba tubuhku diangkat dari kolam.  Pembantu saya mengangkat kakiku dengan
posisi kepala di bawah.  Dia menguncang nguncang tubuhku. Air dalam tubuhku berpacu keluar sehingga membuat saya susah bernapas.
Setelah itu, sayapun bisa bernapas lega.
Saya segera dimandikan dan diganti dengan pakaian bersih.
Saya berkata kepada pembantuku supaya dia berjanji tidak mengatakan hal tersebut kepada ibuku.
Ketika ibu pulang, kamipun bersikap seakan akan kejadian tersebut tidak pernah ada.
Setahun kemudian, pembantu saya pulang kampung menikah.
Ibu menceriterakan peristiwa saya jatuh ke dalam sumur itu kepada bibi saya.  Ternyata diasudah menyimpannya begitu lama.
Saya bersikap seakan akan saya tidak mendengar dan menghindar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H