Mohon tunggu...
Nur Rahmah S
Nur Rahmah S Mohon Tunggu... -

Ya, maka mulai saat ini saya akan lebih tekun menulis. Saya akan menulis apa saja. Menuliskanmu juga tentu saja. Sembari berbekal keyakinan akan ada suatu hari kau akan pulang pada tulisanku yang entah.\r\n\r\nblog: dandelionwannabe.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja, Surat - surat untuk Kekasih

20 Februari 2014   03:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:39 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Orang-orang menulis surat kepada kekasihnya, A. Mengirimkannya lewat doa. Menuliskannya lewat kertas-kertas yang dibawa terbang harapan ke langit. Ada juga yang melipatnya dan menyisipkannya pada deru hujan yang pasti akan datang lagi.

A, mungkin aku sedikit latah. Sejujurnya, setiap senja, ku tunggui matahari pergi. Aku juga ingin menitip pesan pada matahari yang sudah berwarna tomat karena lelah berjaga seharian. Dan matahari juga sudah tau kebiasaan baruku. Kala matahari melihatku duduk menungguinya di teras rumahku yang kayu, dia akan berhenti sebentar.

Kau akan menyampaikan suratku kan?

Tentu saja, akan ku selipkan pada bawah bantalnya selagi dia mandi.


Maka aku begitu menyukai senja karena alasan ini. Senja adalah sebuah harapan pada sebuah surat yang sampai tepat waktu.

A, tentulah surat ini ku sampaikan padamu. Aku seperti dulu, masih tidak punya tujuan kemana surat-surat harus dilayangkan selain ke tanganmu yang mengadah. Aku masih menghapal alamatmu dengan jelas. Rumah dengan ayunan bulan sabit yang tergantung pada dahan pohon manggamu. Sedang ayunan itu kau buatkan untukku.

Ah sudah ku bayangkan kau akan terkejut mendapati surat beramplop hijau yang tiba-tiba tersembunyi di bawah bantalmu. Umm, seperti apa kira-kira warna wajahmu membaca surat yang isinya hanya 2 paragraph itu? Aku sangat ingin tau.

----------------------------------------------------------------------------------------------------

Terakhir kali aku menyayangi seseorang dan itu kamu A, kau meninggalkanku dengan sebuah alasan. Karena ternyata aku tidak cakap mencintai. Aku, memendam rinduku padamu pada sebuah sumur yang dalam dan kau tidak pernah suka. Menurutmu, rinduku yang besar itu harus ku hidangkan padamu bulat-bulat. Tapi aku selalu malu.

Kali ini, ada seseorang yang mencintaiku dengan sangat banyak A, dan aku khawatir dia akan meninggalkanku karena alasan yang sama. Sepertinya kali ini aku akan menggaungkan rindu itu, walau mesti pekak telinganya mendengar. Kau setuju, A? Apa yang ku lakukan ini sudah benar?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun