Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan primer dalam suatu negara karena melalui pendidikan yang baik dan berkualitas maka suatu bangsa akan menjadi bangsa yang beradab dan unggul. Selain itu, pendidikan juga merupakan salah satu aspek untuk membangun sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Tentu saja dalam bidang pendidikan, guru menjadi garda terdepan dalam menentukan kualitas sumber daya manusia.
Guru juga memegang peranan yang sangat penting dalam dunia pendidikan, barometer dikatakan berhasil tidaknya pendidikan di suatu negara, hal itu tercermin dari kualitas pendidik yang mengisi negara tersebut. Tugas utama guru adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, penilai dan memberikan evaluasi bagi peserta didik.Â
Dari tugas tersebut terlihat bahwa pendidik memiliki peran yang cukup signifikan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Faktor-faktor yang meningkatkan kualitas pendidikan tergantung pada kualitas pengajaran, sedangkan kualitas pengajaran tergantung pada kualitas guru.
Selain itu, guru di Indonesia saat ini memiliki peran strategis untuk kemajuan mutu pendidikan nasional. Di sisi lain, persaingan global sangat menuntut sumber daya manusia yang mampu bersaing dan memiliki daya juang yang tinggi.Â
Guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan Indonesia di dunia internasional. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa permasalahan pendidikan sangat kompleks dan membutuhkan waktu yang lama, tenaga yang kuat, bahkan materi yang cukup besar untuk mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia.
Salah satu masalah yang ada adalah masalah kesejahteraan guru honorer. Bukankah tugas guru honorer dan PNS sama? Guru honorer bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan di sekolah seperti halnya guru PNS. Kesamaan tugas dan tanggung jawab membuat beban kerja guru honorer sama dengan guru PNS. Namun, satu-satunya perbedaan antara keduanya adalah perbedaan status.Â
Guru yang berstatus PNS diangkat langsung oleh pemerintah sehingga pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan guru PNS tersebut. Sementara itu, guru honorer belum diangkat oleh pemerintah, sehingga pemerintah tidak bertanggung jawab penuh terhadap kesejahteraan guru honorer.
Lalu bagaimana dengan nasib guru honorer di Indonesia, khususnya di Kabupaten Bogor saat ini? Satu kata 'ironis'!
Potret ironi guru honorer masih dapat kita lihat di mana-mana. Sebagai contoh, Bu KR seorang guru honorer yang mengajar di salah satu MI Leuwisadeng. Gajinya hanya 300.000 per bulan dengan durasi mengajar dari hari Senin hingga hari Sabtu.
Contoh lain adalah Pak DAS, guru honorer yang mengajar di salah satu SMP suwasta di daerah Leuweung Kolot. Gajinya hanya 450.000 perbulan dengan jarak mengajar 14 KM. Â Maka hal ini hanya cukup untuk membeli bensin kendaraan roda dua saja.
Pastinya masih banyak Bu KR dan Pak DAS lainnya. Dua contoh di atas adalah potret kecil dari nasib guru honorer di Kabupaten Bogor.
Yang menjadi pertanyaan, pantaskah mereka diberi dan dibebani tanggungjawab yang besar untuk membentuk SDM yang berkualitas, terutama perubahan bagi pendidikan di Indonesia, di sisi lain perubahan dan kesejahteraan mereka tidak diwujudkan? Lebih ironinya, sebagian dari mereka adalah lulusan S1, namun penghasilan mereka tidak lebih besar dari pedagang 'cilok' pinggir jalan.