Mohon tunggu...
Pirlo Luron
Pirlo Luron Mohon Tunggu... Penulis - Kuli Tinta

Menolak Lupa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Perempuan Pejuang

22 Januari 2025   06:35 Diperbarui: 22 Januari 2025   06:35 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Dibawah kolong langit biru
Lantang suara LMND berseru
Teriakan untuk semua perempuan yang adalah ratu
Pemilik mata air susu
Kini banjir dari pukulan bak empedu

Nina Bobo yang begitu merdu
Berbunyi indah menenangkan kalbu
Kini merintih sakit setiap waktu

Perempuan ku dikurung tanpa waktu
Berselimut dalam kegelapan pilu
Terjerat tekanan lara yang belenggu
Harapan dipotong sampai lumpu
Lemah langkah yang tak bertumpu
Diborgol oleh tunggu sambil menghirup debu
Cerita pahit tanpa setetes madu

Perempuan ku penuh pesona
Dijadikan sebagai simbol semata
Dari tontonan tontonan sejuta mata
Terbawah jauh pada angan neraka
Berpeluk mesra dalam lambaian dosa
Sampai terpisah dari nilai dan norma
Dunianya bias dengan penuh warna
Seperti wabah datangkan duka
Dicela, disiksa bahkan diperkosa
Namun hukum hanya diam tanpa suara
Keadilan gelap tak bercahaya
Rumah sasando mati akan rasa

Perempuan ku dibuat hancur
Mulai dari sumur, dapur dan kasur
Kekerasan padanya terus saja berguntur
Pukulan tangan yang menggempur
Tendangan kaki yang tak henti menguyur

Perempuan ku dipermainkan seperti pion pion catur
Bahakan sampai menjadi pelacur
Kesuciannya terkelupas dan luntur
Menjadi kotor bermandikan lumpur
Harapan dan impiannya padam terkubur
Seperti mawar  yang bunganya telah gugur

Perempuan ku menjadi kocar-kacir
Siang dan malam mondar-mandir
Berjalan menahan sakit di atas kerikil
Dihantui dengan rasa kuatir
Hak dan kebebasannya di setir
Hangus terbakar seperti sambaran petir
Harkat dan martabatnya dibuat tergelincir
Jauh dari segalanya dan terpinggir

Perempuan ku menangis
Ruang dan waktunya di ambil habis
Menahan deretan tindakan yang sangat bengis
Gemetar menelan kritis
Di permainkan oleh bajingan berkumis
Bekas tamparan setiap harinya terlukis
Dunianya menjadi tak harmonis
Kebahagiaan pun hanya lembaran tipis

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun