Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Silsilah Hasan Besari, Prajurit Inti Pangeran Diponegoro

1 Maret 2017   14:09 Diperbarui: 8 Juli 2019   17:23 8818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Silsilah ini saya dapat dari penuturan orang tua saat menjalani cuti tahunan mulai 9-18 Februari 2017 di Dusun Kandangan 1 Desa Kandangan Nomor 7 Rt.02 Rw.02 Kecamatan Ngawi Jawa Timur 63251. Mbah K. Hasan Besari adalah salah satu prajurit dari Pangeran Diponegoro. Pada saat Pangeran Diponegoro ditipu oleh Belanda dan diasingkan, semua laskarnya berpencar, bubar sekitar tahun 1830.

Satu diantaranya lari menyelamatkan diri dengan menaiki kereta batu bara, agar tidak mencolok oleh tentara Belanda mereka melumuri tubuhnya dengan batu bara. Kereta terebut dari Yogjakarta menuju Surabaya, ditengah perjalanan tepatnya di daerah Keras Wetan perbatasan antara Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan, bertepatan saat kereta api berhenti, karena takut akan dihadang belanda maka dari itu dia beserta empat temannya turun dan berpencar. Mereka antara lain adalah Pangeran Alap-Alap dan lainnya.

Kemudian Hasan Besari muda menuju tepian sungai dan menyisir tepian sungai tersebut hingga ke desa Keras Kulon. Di desa itulah dia menetap hanya berbekal seadanya. Singkat cerita Hasan Besari bertemulah dengan seorang gadis tidak lain juga pelarian dari Kediri untuk mengikuti saudaranya yang tinggal di desa Keras Kulon karena orang tuanya tewas di tembak oleh tentara Belanda, di desa itulah Hasan Besari menikah dengan seorang gadis bernama Sakinem, dari pernikahan itu akhirnya melanjutkan perjalanan terus menyusuri sungai/kali antara lain adalah sungai Trinil, menetaplah Hasan Besari beserta sang istri di desa Gerih tepian sungai Trinil tanpa berani melakukan aktivitas yang mencurigakan baik itu tanam menanam dan tidak berani menampakkan diri ke muka umum hingga beranak pinak disitu. Penderitaan itu dilakukan agar tidak ketahuan pihak kompeni bahwa lokasi tadi pernah ada aktivitas prajurit Pangeran Diponegoro.

Kelicikan Belanda begitu menyengsarakan bangsa Indonesia tanpa kompromi, asal membangkang perintahnya dianggap makar atau memberontak pasti ditangkap lalu dihabisi. Ini dialami prajurit Diponegoro dan Kawan-kawan, untungnya Hasan Besari mampu meloloskan diri sebelum wafat. Belanda percaya tahayul bahwa para prajurit setia Pangeran Diponegoro memiliki kesaktian, jika didapati liang kubur akan dibongkar lalu dibakar, sebab kompeni percaya dengan kesaktiannya diyakini pihak Belanda bisa bangkit dari kematian.

Untuk kebutuhan sehari-hari hidup sangat memprihatinkan dengan menu utama seadanya, baik berupa hasil tangkapan ikan sampai lumut yang tumbuh dibantaran sungai Trinil asupan sepanjang hayatnya. Keturunannya ada beberapa orang tapi banyak yang tidak bertahan hidup atau meninggal karena kekurangan gizi. Hanya menyisakan satu anak sebegai generasi penerusnya bernama mbah Rejo. Karena negara sudah mulai berkembang, berarti peradaban mulai berlaku, maka Rejo ini menikah lagi dengan seorang gadis, dari pernikahan tersebut melahirkan keturunan enam orang anak antara lain Ponasan, Dulah, Cikrak, Sakimah, Salimin, Cuplik.

Dari keturunan Sakimah menikah dengan Karto Sido berasal dari desa Majasem Kecamatan Kendal yang terletak dikaki Gunung Lawu. Dari pernikahan tadi lahirlah anak, pertama Gugup, kedua Surip, ketiga Sirah, keempat Klumpuk, kelima Semi, keenam Sadi. Yang namanya Gugup menikah dengan seorang pria dari desa Guyung bernama Sadikan, dari pernikahan dengan Sadikan belum diketahui sudah memiliki keturunan atau tidak, sebab Gugup menikah lagi dengan seorang pria bernama Joyokromo. Hasil pernikahan dengan Joyokromo lahir anak bernama Sadhiman Al-Angsory (tidak lain merupakan bapak kandung saya), Sumino (lek Mino), Sutiyem (lek yem), Suminem (lek Nem), Dawamudin (lek Dawam).

Makam mbah Hasan Besari saat ini berada di tepi sungai desa Gerih tepatnya di Dusun Balong-Geneng Ngawi Jawa Timur, secara kebetulan dirawat dan di jaga oleh bapak saya, dengan harapan anak cucunya bisa merawat sekaligus merenovasi kondisi makam dari kepunahan.

Salah satu Prajurit Inti dari Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro yang semasa hidupnya dan sesudah matinya pun kalau ada orang berniat membongkar makam, jangankan membongkar orang berniat jahat akan mendekati area makam saja akan sakit dan akhirnya meninggal. Pada zaman itu memilki kekuatan ghaib sampai kurang lebih tiga puluh hingga empat puluh tahun meninggalnya Hasan Besari baru kekuatan gaibnya hilang, hal ini sudah dibuktikan oleh seorang pencari rumput. Ibaratnya jenazahnya menjadi tulang belulang kekuatan ghaibnya pun baru musnah. Hasan Besari wafat tahun 1854, istrinya Sakinem wafat tahun 1856.

Sebagaimana pepatah jas nerah 'jangan sekali-kali melupakan sejarah'. Itulah sekelumit sejarah singkat silsilah seorang K. Hasan Besari dari penuturan orang tua di kampung di usia senjanya, bagian dari wejangan agar menghargai perjuangan jasa-jasa pahlawan yang gagah berani memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari cengkeraman penjajah termasuk kiprah Hasan Besari sebagai bagian dari prajurit inti Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro.

Ngawi, 17 Februari 2017 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun