Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penggali Parit/Got “Tua Bangka” Itu Adalah Tetanggaku

4 Oktober 2015   19:45 Diperbarui: 4 Oktober 2015   20:06 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="dokumen pribadi/subhan"][/caption]Tetanggaku bukanlah orang sembarangan, karena mereka (PENGHUNINYA) sudah menunaikan ibadah HAJI. Arogansinya membuat kami menyebutnya “nenek sihir” tua bangka itu berinisial S. Karena? acapkali anak-anak main dilorong umum depan rumahnya selalu mendapat perlakuan tidak bersahabat.

Selain dari pada itu label nenek sihir merupakan tokoh “Antagonis” dalam tiap film box office, lihai mendramatisir, lapor sana? lapor sini? jago menghasut, hingga menyeret-nyeret ketua RT, bahkan hal terkonyol pada fase tertentu RT berkata “ketika tak sanggup menangani ulah anak-anak kami, akan dilaporkan tingkat kepolisian.” sebagai keluarga perantau kebetulan bersebelahan tembok sampai diteriakin “jawaiya ji” (maknanya suku jawa tidak ada apanya) jadi tunggu saja apa yang akan terjadi.

Wow!!! dahsyat nian BIBIR sang nenek sihir buat menyingkirkan keluarga kami, sungguh kesadisannya melebihi Mak Lampir!!!...
Dasar otak udang, masak gara-gara sampah daun sirsak, atau sampah pembuangan limbah rumah tangga pada saluran pembuangan/parit, harus di selesaikan sampai tingkat kepolisian ??? inikan konyol

Sebagai manusia terpelajar dan “Hajjah” pula, malah kok malah mengedepankan egoisme ketimbang perasaan saling menghargai dalam bertetangga.

Keegoisan Nenek Sihir, Si tua bangka yang sebentar lagi menjemput impian, sempat dibikin puyeng setelah menuai perlawanan “pedas” dari “Bidadari” berotot kawat tulang besi mempertahankan kelucuan ke tiga bocah dari intimidasi nenek yang tidak akan menyahut/menoleh kalau titel Hajjah tidak disematkan terlebih dahulu didepan namanya.

Maklum sajalah, selama ini tetanggaku, paling “disegani” hingga superioritasnya seperti kekuatan “Nabi” palsu kegilaannya akan “kehormatan,” hidup single parent “janda-janda tua” jejaknya pun diikuti oleh seorang “janda putri kembang” tanpa pasangan, beranak perempuan semata wayang, mewarisi kearogansian nenek dan ibunya. Penghuni rumah itu kesemuanya adalah “perempuan” kesemuanya tunggal; ibu, anak, cucu junjung derajat tanpa pangkat.

Bukan itu saja, perkara sepelese seperti “parit/got” yang memang keberadaannya sebagai pembuangan limbah rumah tangga beraroma “busuk,” inovasi akan kebusukannya air parit/got itulah amarahnya memuncak, hingga klimaksnya baru beberapa hari yang lalu terjadi perseteruan hebat istri dan nenek, perlawanan tidak seimbang tiga orang awan satu orang perempuan, hingga melibatkan perangkat kelurahan “mereka” mengadu ketua RT, memalukan!!!

Bukankah sebagai Hamba yang taat salah satu kewajiban yang harus ditunaikan seorang muslim adalah memuliakan dan menghormati. Seharusnya yang lebih tua menghargai yang muda, sedangkan yang muda menghormati yang tua. Nah!!! Kalau ada orang tua perlakuannya seperti maling kehormatan, pantasnya disebut apa?????

Dalam sebuah hadits dituturkan, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda “Intinya berbuat baik, menghormati tamu, hendaknya ia berbicara baik atau lebih baik diam.”

Bertetangga bukan hanya hidup berdampingan bertahun-tahun, tetapi juga malah sampai mati, maka hidup seperti apa yang tengah kita jalani ini bersama ?

Jika tiap hari cuma dipakai untuk meributkan kekeruhan parit/got. Kelak kalau kita mati juga akan membusuk sepeti Parit/got/drainase. Kini, cerita sang tetangga renta, membuat saya menghitung untung disekitar saya yang beresiko mengundang kutukan sesama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun