Copa Amerika Centenario berlangsung sejak tanggal 4 Juni hingga 27 Juni 2016 dimana USA bertindak sebagai tuan rumah.
Rupanya kompetisi resmi FIFA tersebut telah berusia sangat renta, boleh dikatakan demikian karena menginjak usia 100 tahun (1916-2016). Sebuah kompetisi resmi ini di gelar setahun sekali, dimana tahun lalu berlangsung di Chile sekaligus keluar sebagai juara.
Kompetisi tertua zona Amerika Latin tersebut dihuni negara-negara yang tidak bisa dipandang sebelah mata oleh negara-negara Eropa seperti, tidak kalah mentereng dari perhelatan kompetisi Piala Eropa 2016 di Prancis.
Sebagaimana di ketahui sebelumnya bahwa Chile sebagai juara bertahan harus berjibaku mati-matian mempertahankan titel juara. Negara Brasil yang kini tidak berhasil melaju ke babak berikutnya setelah dikandaskan negara kuda hitam Peru. Negara lainnya seperti Venezuela, Uruguay, Paraguay, Ecuador, Colombia, Mexico, Bolivia, USA, Argentina merupakan negara yang digadang-gadang juara copa america centenario 2016.
Kedua kompetisi akbar tersebut membuat saya jadi iri, kapan ya? bisa menyaksikan Timnas Indonesia berkontribusi resmi di bawah naungan FIFA maupun PSSI baik level Asia maupun Dunia. Tentulah sebuah kontroversi besar Timnas mampu hadir dalam ke dua kompetisi tadi, berfikir rasionalis saja dech. Apapun permasalahannya besar harapan saya sebagai penikmat sepakbola tanah air berjalan sesuai jadwal resmi FIFA sebagai induk federasi sepakbola dunia, sedangkan PSSI perwakilan induk federasi indonesia.
Sudah saatnya memotivasi, hukumnya haram mengintervensi apatah lagi mengintimidasi mengatasnamakan organisasi padahal terindikasi kepentingan pribadi/golongan tertentu. Dukungan pemerintah sendiri memang sangat dibutuhkan agar pesimisme mengikuti kompetisi resmi berubah optimis. Sepakbola bukan hanya urusan perut perorangan, melainkan hajat hidup orang banyak termasuk meningkatkan prestasi bola Indonesia di mata dunia, seperti harapan Presiden Jokowi.
Untuk mewujudkan niat baik itu, perlu kerjasama dari segala lini, seminimal mungkin hilangkan budaya “egois” mulai kalangan akar rumput hingga pemegang kebijakan yang berkompeten di bidang olahraga khususnya sepakbola. Bukan hanya saling menjatuhkan, menyalahkan tetapi membangkitkan kontribusi sepakbola negeri ini agar lebih beprestasi
Apa tidak malu dengan rangking FIFA, yang menempatkan Indonesia pada posisi 184 dunia dibawah Timor Leste dan Kamboja, dimana selama ini ke dua negara tadi, jika merunut ke belakang selalu menjadi langganan lumbung gol acapkali melawat ke Indonesia.
Diatas kertas karut marutnya sepakbola Indonesia di tuntaskan secara mudah, akan tetapi mengaplikasikan perubahan tidak segampang membalik telapak tangan. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi, apa sudi kita disebut sebagai bangsa “bagai katak dalam tempurung”.
Miris, di tengah hiruk pikuk kemeriahan Copa America Centenario-USA 2016 dan Euro 2016 di Perancis, kompetisi sepakbola di negeri sendiri seperti di kebiri.
Tepar!!!