Libur panjang tahun 2016 ini kami manfaatkan untuk mengunjungi peninggalan bersejarah di Kota Makassar yang begitu fenomenal, tidak lain adalah FORT ROTTERDAM. Bertepatan dengan peristiwa Maulid Nabi Muhammad SAW tanggal 12 Desember 2016.
Seperti biasa untuk sampai kesana kami menggunakan fasilitas kendaraan yang terbilang baru berupa Bus Rapid Transit disingkat BRT. Bahkan jumlah peminatnya masih tergolong sedikit, mungkin karena menunggu begitu lama itu lebih kepada faktor armada belum mencukupi sehingga sepi peminat. Bersama anak ke dua berangkat dari rumah pagi-pagi pukul 08.00 wita agar tidak terjebak macet serta kepanasan ketika pulang.
Rute BRT kami naiki melalui jalur Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Pettarani dan selanjutnya pemberhentian terakhir di Mall Panakkukang akrab dengan MP, sebagai titik tengah pemberhentian. Tujuan berikutnya adalah MaRi Mall yang terletak di jalan Ratulangi sebelum kami beralih naik angkutan umum (pete-pete) lantaran belum ada jalur BRT ke Rotterdam. Sesampainya di tempat tujuan terlebih dahulu mengabadi aktivitas kami disana dengan berfoto ria.
Cukup membayar Rp. 5000,- untuk dewasa dan anak-anak membayar Rp. 3000,- didalam museum La Galigo tersebut memang terdapat berbagai situs, akan tetapi masih kurang pejelasan dalam bentuk leaflet atau brosur, pemandu pun tidak hadir disana.
Kesultanan ini sebenarnya memiliki 17 buah benteng yang mengitari seluruh ibu kota. Hanya saja, jika dibandingkan dengan benteng lainnnya. Benteng Fort Rotterdam adalah benteng paling megah dan keasliannya masih terpelihara hingga kini. Benteng Fort Rotterdam dibangun oleh Raja Gowa ke X yang bernama Imanrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung atau Karaeng Tunipalangga Ulaweng pada tahun 1545 M.
Pada awalnya bentuk benteng ini adalah segi empat, seperti halnya arsitektur benteng gaya Portugis. Benteng Fort Rotterdam terbuat dari campuran batu dan tanah liat yang dibakar hingga kering. Pada tanggal 9 Agustus 1634, Sultan Gowa ke XIV membuat dinding tembok dengan batu padas hitam yang berasal dari daerah Maros. Kemudian, dinding tembok kedua dekat pintu gerbang dibangun pada tanggal 23 Juni 1635.
Pada tahun 1655 hingga 1669 benteng ini sempat hancur karena armada perang Belanda yang dipimpin oleh Gubernur Jendral Admiral Cornelis Janszoon Speelman menyerang Kesultanan Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin yang bertujuan untuk menguasai jalur perdagangan rempah-rempah dan memperluas sayap kekuasaan untuk memudahkan mereka membuka jalur ke Banda dan Maluku.