[caption caption="Sumber Gambar: http://www.tribunnews.com/"][/caption]Kalijodo memiliki nilai sejarah dalam perkembangan kota Jakarta sebagai lokasi sentral ekonomi yang menghidupkan kota Jakarta, yang sekaligus merupakan tempat persinggahan etnis China yang mencari “pelampiasan birahi”. Dalam petualangan cinta, etnis China kerap bertemu dikawasan bantaran sungai, yang dijadikan tempat pencarian jodoh sehingga dilabeli Kalijodo yang dapat dimaknai sebagai Sungai untuk menemukan jodoh.
Ahok terkenal gubernur bertangan “besi” bermental baja sedikit “gila” tak pandang bulu akan keputusannya menggusur pemukiman Lokalisasi dikawasan Kalijodo Jakarta Utara dengan merubah fungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau atau RTH. Namun begitu, langkah Ahok dalam meratakan dengan tanah kawasan Kalijodo tak berjalan mulus. Ahok ya Ahok gitu Loh!!! Sekali Layar Terkembang Pantang Biduk Surut Kebelakang, begitu kira-kira komitmen orang nomor satu di Jakarta terhadap kebijakannya.
Kini, Ahok begitu “hit” melalui caranya berhasil memancing “keributan” di air keruh, baik nyata maupun maya, terbukti begitu hebohnya netizen terbawa arus perang urat syaraf melalui tulisan, berbagai bahasa dan judul serta berbagai sudut pandang berbeda diulas didalamnya dan melahirkan pendapat yang pro maupun kontra masalah relokasi Kalijodo, ini sepertinya mirip Gang Dolly di Surabaya, Kramat Tunggak di Jakarta yang beralih fungsi sebagai islamic center atau bekas tempat “remang-remang” lainnya, "silang sengketa" namun sedikit berbeda. Dampak sosial dengan adanya penertiban Lokalisasi Kalijodo pun akan terlupa seiring ganti untung menjadi nyata, panas-panas “tai ayam” kecuali ada udang dibalik batu.
Frontal, ceplas-ceplos merupakan karakter Ahok, membuat banyak pihak berniat menentang pembersihan “Lokalisasi” Kalijodo. Penertiban dilakukan terhadap kawasan-kawasan yang “menjamur” diatas jalur hijau, baik kawasan kumuh maupun kaswasan elite. Ahok menegaskan bahwa “tidak ada kawasan elite di Jakarta yang masuk dalam jalur hijau.”
Kasus ini tentu mengusik ketenangan Tokoh Masyarakat Kalijodo, Daeng Aziz alias Abdul Aziz “turun gunung” Warga tidak sendiri hingga “merekrut” pengacara kondang, Razman Arif Nasution, yang telah diberi kuasa resmi. Aziz mengklarifikasi bahwa ada dua Mall besar di Jakarta yang dianggap “angkuh” berdiri diatas jalur hijau, yaitu Season City dan Mall Taman Anggrek. Menurutnya, jika memang status dua Mall tersebut sama dengan Kalijodo yang dibongkar, maka itu “bagian dari ketidakadilan" bagi masyarakat marjinal.
Dari keterangan warga, yang saya baca diberbagai media online “banyak daerah lain berdiri diatas jalur hijau luput dari pembongkaran”. Menurut dedengkot setempat, tindakan Ahok menunjukkan sikap represif dan sentimen yang tinggi terhadap rakyat miskin. Arogansi memang layak disematkan kepada sang Gubernur, akan tetapi dibalik kearogansiannya tentu ada maksud meningkatkan aktivitas dan efisiensi sarana dan prasarana di kalijodo, menjadikan Jakarta lebih baik serta sehat, mengurangi timbulan sampah rumah tangga, banjir, terlebih lagi “sampah masyarakat” agar tercipta good environmental and governance.
Pro dan kontra terhadap perubahan selalu ada, akan halnya kawasan prostitusi Kalijodo yang dulunya menjadi tempat singgah para pedagang yang datang dari Tiongkok ini tak lain adalah untuk mempercantik kota Jakarta sebagai ibukota negara. Niatan pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah ingin mengembalikan kawasan ini menjadi ruang terbuka hijau dengan maksud dan tujuan buat menambah daya resapan air, sekaligus menekan potensi banjir ketika musim penghujan seperti saat ini.
Ahok tentu tidak akan takut akan aksi penolakan atau perlawanan yang akan dilakukan oleh warga Kalijodo yang masih menentang keras pembongkaran ini. Ahok adalah sosok pemimpin petarung, Ahok juga sudah memikirkan sebab akibat tekanan massa, bertujuan untuk menciptakan lingkungan bersih, indah, nyaman serta menyehatkan. Terpenting menanggulangi tenggelamnya Jakarta dari kepungan banjir, membangun harkat dan martabat bangsa dan negaranya di mata dunia.
Terlepas dari pencarian panggung Ahok adalah manusia biasa tak luput dari salah dan dosa, tidak usah terlalu dibesar-besarkan, mungkin kalau Ahok tukang ojek ceritanya tidak seribet sekarang. Ahok lagi Ahok lagi, lagi-lagi Ahok, yah sudahlah memang karakternya sudah seperti itu, setidaknya indonesia membutuhkan pemimpin berkarakter, keras dan bernyali, ketimbang pemimpin “kemayu” mudah dirayu. Capek dech!!!
Makassar, 19 Februari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H