Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Alangkah Busuknya 'Sampah' Negeri Ini

25 Maret 2017   10:16 Diperbarui: 27 Maret 2017   02:00 1297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pesan penuh amarah ini berlokasi di jalan raya tepian perumahan Bumi Permata Sudiang, jaraknya tidak jauh dari halte BRT seputaran arah bandara-sudiang-kota Makassar. Kegeraman seperti apa dari para petugas kebersihan sehingga terpampang spanduk super kreatif penuh amarah, kata-kata tersebut ditujukan kepada para pembuang sampah sembarangan pinggir jalan.

Dimana sekitar area tersebut merupakan tempat favorit untuk membuang sampah, dan memang lokasinya bertepatan sebagai gorong-gorong besar jalan raya, sehingga apabila gorong-gorong tersebut selain beraroma tidak sedap juga mengakibatkan tersumbatnya aliran air yang berdampak pada banjir serta kerusakan lingkungan air, maka kritik dari spanduk ini, merupakan aktualisasi yang sangat relevan, andai masih ada oknum acuh akan keberadaan pesan ini, sudah dipastikan oknum ini mendekati kebenaran tertuang dalam pesan tersebut.

Pesan unik penuh umpatan begitu menggerakkanku sebelum spanduk diturunkan, sehingga mengharuskan diri saya mendatangi dan melihat secara langsung tempat terpasangnya spanduk pada 25 Maret 2017. Layaknya sebuah kemarahan petugas kebersihan mencetaknya menggunakan huruf kapital dengan warna merah membara tepat pada kata “KALAU BINATANG” sebagai simbol kemarahan atas kebusukan tempat tersebut, berikut bunyinya (KALAU MANUSIA KI’ JANGAN MEMBUANG SAMPAH DI SEKITAR TEMPAT INI “KALAU BINATANG KI” BUANG MEKI SAMPAH’ TA)

dokpri
dokpri
Jika diartikan, “Kalau manusia  jangan membuang sampah di sekitar tempat ini, kalau anda binatang buang sampahnya disini”. Ini puncak amarah petugas kebersihan atau perangkat desa yang lokasinya memang tidak jauh dari pasar Mandai Makassar. Gorong-gorong tepian jalan raya begitu strategis sehingga banyak dilalui kendaraan roda dua maupun empat berbagai merek, tidak menutup kemungkinan siapapun bebas “menyisakan” buntalan busuk sampah, dengan cepat lari dari kenyataan mengotori gorong-gorong dengan sampah pribadinya, tentu menjadi hal aneh bersihnya tempat tersebut dari sampah, sebab tidak lagi ada tempat mereka melempar sampah. Bukankah “kebersihan sebagian dari iman” apabila melihat pemandangan seperti ini KEJENGKELAN  merupakan ungkapan relevan bagi pembuat spanduk ini.

Walau begitu, sampai hari ini sampah merupakan sesuatu hal mustahil untuk dimusnahkan dari muka bumi. Setiap manusia pasti menghasilkan sampah meski statusnya sebagai publik figure, perbedaannya hanyalah mereka terkenal sedangkan masyarakat biasa tidak. Sampah yang dibuang rata-tara dikemas dalam kresek disertai bau begitu menyengat hidung, tetapi karena bebal atau jaga wibawa, maka segan dan enggan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tanpa disadari, hampir kebanyakan kita adalah orang-orang bebal yang tidak taat pada sebuah slogan yang menghiasi keseharian rutinitas kita sebagai makhluk paling bijaksana, termasuk diri saya.

Kemunculan spanduk tersebut dilandasi atas kebebalan seseorang, terlalu banyak berbuat kotor dari manusia yang nyata-nyata didepan kita, pelakunya malah bertambah banyak. Pesan “Dilarang Buang Sampah di Sekitar Tempat ini” menandakan kesadaran akan budaya bersih masih rendah. Tidak akan ada asap kalau tidak ada api begitulah kira-kira makna dari pesan tadi. Di negeri ini sepertinya “melanggar aturan” memang membudaya. Nah, setelah menumpuk dan membusuk barulah kasak-kusuk, sebelumnya hanya segelintir orang menjaga kebersihan lingkungan sekitar kita.

dokpri
dokpri
Apabila terus-terusan begini, tidak akan mengubah pola berfikir kita dan akan rutin berbuat feodal. Meskipun salah satu tujuan revolusi mental ialah juga untuk membebaskan orang Indonesia dari feodalisme, tetapi feodalisme dalam bentuk-bentuk baru makin berkembang dalam diri dan warga yang membuang sampah sekitar gorong-gorong kalan raya. Sampah memang meresahkan akan tetapi budaya buang sampah sembarangan akan selalu menimbulkan masalah baru, khususnya lingkugan sekitar tempat pembuangan sampah.   Dimana bumi dipijak disitulah sampah menggunung, setelah ada petugas pengangkut sampah, baru pada protes.

Diperlukan relevansi kontrol sosial budaya masyarakat untuk lebih menghargai lingkungan. Sanksi tegas terhadap para pembuang sampah sembarangan merupakan contoh konkrit pemerintah tanpa tebang pilih. Sebab hukum di indonesia ini selalu tajam ke bawah, tumpul ke atas memihak pemegang Kepentingan sedang rakyat jelata menjadi “tumbal” pemilik kepentingan.

Secanggih apapun metode Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS), kalau budaya buang sampah sembarangan “menggila” maka urusan sampah tidak akan pernah selesai. Tanpa dibarengi kesadaran masyarakat dalam mengurangi produksi sampah skala kecil, menengah bahkan besar, akan selalu dijumpai titik-titik pembuangan sampah disembarang tempat.

Ayo kita dukung Indoensia bebas sampah 2020 demi upaya penyelamatan lingkungan. Mudah-mudahan iklan sampah berikut ini tidak hanya sebagai tontonan tettapi “mengundang” reaksi untuk berbuat yang lebih baik.

“Kalau tidak bisa membersihkan jangan mengotori”

Makassar, 25 Maret 2017

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun