Perjalanan ke puncak Bulu Tombolo untuk melakukan gerakan menanam 1000 pohon selama hidup di Bulu Tombolo, Dusun Pattiro Desa Labuaja Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros, dalam rangka memeringati Hari Bhakti Rimbawan ke-35 akrab disingkat BHAKRI pada Rabu (7/03/2018) lalu.
Lokasi tersebut bagian dari Taman Nasional yang terkenal akan keberadaan air terjun dan gugusan tower karst yang memanjakan mata para peserta. Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung saat ini menuju geopark dunia.
Jalur yang berkelok-kelok jurusan poros Maros-Bone ini, memang cukup menantang, bagi yang tidak terbiasa melintasi jalan ini kepala akan dibuat pusing, perut akan mual dan ujung-ujungnya muntah alias mabok darat.
Jarak tempuh dari Dusun Pattiro lalu melewati jalan setapak sejauh 7 kilometer yang hanya bisa dilewati satu mobil, dimana kiri-kanannya jurang. Setelah berlama-lama di atas kendaraan. Akhirnya, sampailah saya bersama kawan sejawat di titik terakhir untuk memarkirkan kendaraan. Untuk sampai ke lokasi penanaman Bulu Tombolo harus berjalan kaki sekitar 30 menit dengan jalur licin, usai diguyur hujan semalam. Posisi puncak Bulu Tombolo tersebut dikemiringan lahan 30-40 derajat dengan ketinggian sekitar 800 meter dpl (dibawah permukaan laut).
Guyuran hujan menuju medan penanaman menjadi licin, sembari tertatih-tatih tangan kanan dan kiri tidak berhenti berpegangan tetumbuhan semak sebisanya agar tidak terpelanting. Perjalanan ini sampailah di lokasi penanaman. Keletihan sekejap terbayar lunas dengan pemandangan dari puncak begitu indah. Dalam hati berkata, "alangkah indahnya  pemandangan surga ini."Tanpa kata.
Kita tentu tidak akan mendapati pemandangan alam tersebut di kota Metropolitan, selain susunan rumah batu, betonisasi jalan raya nasional, hingga gedung pencakar langit. Selama penanaman cuacanya cukup bersahabat, murninya oksigen begitu mudah kita hirup tanpa harus membelinya sepeser pun.
Panitia telah menyediakan bibit sebanyak 1000 batang, untuk melakukan gerakan menanam bersama. Pihak, Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sebagai tuan rumah, turut dibantu berbagai pihak, baik instansi Pemerintah maupun Swasta antusias menanam pohon agar bumi tempat kita berpijak tetap nyaman dihuni. Dari keterangan panitia, tak kurang 250 orang hadir melakukan gerakan menanam ini.
Jenis bibit yang ditanam yakni Manggis dan Durian ditanam di lahan masyarakat dan 1 jenis yakni Kayu Eboni atau kayu hitam (Dyospiros celebica). Dipilihnya bibit pohon eboni, sebab jenis ini termasuk tumbuhan endemik Sulawesi dan paling dicari pengusaha kayu atau meubeul sebagai bahan perhiasan maupun property.
Tidak lama usai aksi tanam pohon, arsiran tangan Tuhan (hujan. red) pun turun ke bumi begitu derasnya, sebagian peserta nekat turun gunung dan sebagian memilih bertahan berteduh diawah spanduk raksasa yang terpasang di puncak Bulu Tombolo tersebut. Pepatah "sedia payung sebelum hujan"nampaknya sudah tidak berlaku di jaman now.
Setelah menanam pohon, para peserta kemudian berswafoto di lokasi penanaman. Memanfaatakan wahana sederhana yang dirintis kelompok tani Dusun Pattiro berlatar belakang hijaunya hutan bukit kapur dari ketinggian.
Untuk menuruni gunung terpaksa menunggu hujan reda. Sembari menuruni puncak bukit Bulu Tombolo, sejauh mata memandang takjub akan kebesaran Tuhan menciptakan alam semesta ini yang begitu indah. Kerusakan alam itu bukan disebabkan oleh alam itu sendiri, melainkan akibat rakus manusia.