Bermula dari jalan-jalan pagi di hari Ahad, 3 Desember 2017 tidak jauh dari rumah, kondisi tubuhnya normal, tidak tampak aura kesakitan pada diri anak keempat saya.
Entah kenapa, sore harinya anak saya yang bernama Pipit ini badannya panas, kami pun bertanya-tanya akan penyebab panasnya si bontot. Spontan istri saya membawanya ke dokter umum langganan dekat rumah pada pukul 17.30 WITA, setelah diperiksa secara saksama lalu diberi resep obat paten. Seiring jalannya waktu, lantaran menolak minum obat sehingga mengalami mutah-muntah, kami tak menyerah.
Pada Ahad pukul 02.00 WITA atau Senin (4/12/17) istri saya berinisiatif minta pertolongan tetangga dekat rumah untuk mengantar ke Rumah Sakit terdekat. Segera mereka meluncur ke sebuah Rumah Sakit Angkatan Udara Republik Indonesia Mandai, bertujuan melakukan pertolongan pertama dengan diinfus.
Setelah rawat inap dua hari di Rumah Sakit AURI, panas suhu badan mencapai 40 derajat celcius, lalu normal seperti sedia kala. Saya memanggil perawat untuk melihat kondisi anak yang sedang mengalami kejang, ternyata dokter spesialis anaknya tidak berada di tempat. Jarak tempuh antara bandara dan pusat kota yang cukup jauh menjadi kendala dokter datang tepat waktu.
Atas step atau kejang beberapa kali tersebut, salah satu perawat menyarankan untuk pengobatan nonmedis, "Siapa tahu ada makhluk astral merasuki tubuh adik pipit," tukas perawat. Dalam hati berkata, di zaman now seseorang perawat seharusnya tidak berujar demikian menghadapi pasien.
Saking akutnya dehidrasi, apabila diberi makan atau minum berontak sejadi-jadinya, tidak lama kejang kembali. Kepanikan membuat akal sehat saya kacau, setibanya di rumah para tetangga terdekat memanggil "orang pintar" dianggap memiliki kelebihan dari orang kebanyakan untuk menyembuhkan kejang-kejangnya anak perempuan kami, bahkan tiga orang sekaligus datang menangani.
Orang pintar pertama tidak lain tetangga sendiri, dengan cekatan dia meminta kami menyediakan minyak sayur, bawang merah tunggal atau seadanya, lalu dioleskan secara merata disekujur punggungnya. Tak lama berselang, Pipit mengeluarkan kentut berarti sudah membaik, ritual terakhir diminumkan satu gelas air minum sebelumnya sudah dijampi-jampi.
Orang pintar kedua, boleh dikatakan terbiasa menghadapi hal-hal nonmedis seperti ini. Begitu dia datang, pertama dilakukan memegang punggung dan bokong Pipit, sambil membacakan doa-doa. Hebatnya Daeng Tawang memegang punggungnya, Pipit ini ngompol di tempat tidur, juga meminta kami menyediakan air buat diminum.
Orang pintar ketiga berprofesi sebagai tukang ojeg terbilang meyakinkan. Begitu memasuki pintu rumah, dia melihat sekeliling ruangan rumah, menurutnya anak saya ada yang merasukinya menyerupai buaya. Dibacalah kesaktiannya untuk berkomunikasi dengan makhluk astral itu. Ada gangguan merasuki tubuh anak ta' (anakmu) minta disediakan sajian/sesajen sebagai tanda tabe' atau permisi agar anak-anak tidak mendapat gangguan makhluk gaib.
Sepulangnya orang-orang pintar ternyata tidak ada perubahan, bukannya mereda, kejangnya kian parah hingga sekujur tubuh membiru, tubuhnya sedingin es, jantung berhenti berdetak, boleh dikatakan meninggal. Sontak air mata kami selaku orang tua dan tetangga pun tumpah ruah, membasahi ruangan rumah sederhana tipe 21 berukuran 6x14 meter, melihat anak usia 9 tahun terbujur kaku.
Setiba di Rumah Sakit Akademis, tanpa BPJS yang konon harus ada rujukan Puskesmas terdekat, terburu tidak tertolong prosedur itu tidak kami lakukan dan ribet. Usai mendapat penanganan cepat para medis, jarum infus ahrus menusuk kulit ari anak kami yang terbaring lemah tak berdaya. Selanjutnya kami ambil kelas umum.