Sejarah singkat IPDN merupakan salah satu lembaga pendidikan tinggi Kedinasan di lingkungan Departemen Dalam Negeri. Maksud didirikannya IPDN untuk mempersiapkan kader-kader terbaik pemerintahan dalam negeri yang siap tugas dan siap dikembangkan dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintah dan tugas pembangunan, baik tingkat daerah maupun di tingkat pusat secara berdaya guna dan berhasil guna.
Jika dirunut ke belakang perkembangan sekolah ini sangat berbeda dari pembentukan awalnya. Selain biaya yang tidak murah, banyak didominasi praja dari orang-orang atau titipan pejabat, sementara siswa-siswi berprestasi dari kalangan biasa-biasa, begitu sulit mengenyam pendidikan di IPDN. Bahkan banyak beredar kabar kekerasan terjadi dari tahun ke tahun, belakangan terjadi penamparan, gara-gara hal sepele.
Kekerasan yang terjadi di lingkungan Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) beralamat di Jalan Bandung Sumedang Km. 20 Jatinangor---Sumedang Provinsi Jawa Barat, memunculkan paradigma negatif, seolah-olah "borok" lama kambuh kembali. Disadari atau tidak kabar terjadinya tindak kekerasan sangat mencoreng Almamater.
Siapa sangka "sekolah calon Pamong Praja" IPDN, sebelumnya Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) milik Kementerian Dalam Negeri belakangan marak diperbincangkan di Sosial Media. Tidak heran selalu hadir kekerasan di kampus pencetak kader-kader terbaik bangsa ini, bahkan sampai menelan korban jiwa.
Menurut Inu Kencana, "Perubahan nama dari STPDN menjadi IPDN, tak lebih dari sekedar perubahan nama agar publik tenang. Jadi tidak lebih daripada membohongi publik. Situasi dan kondisi seperti disebut Inu Kencana dengan berbaik hati dengan kejahatan. Tidak mengherankan jika di lingkungan kampus yang sejuk itu tetap saja ada kekerasan, dekadensi moral di lingkungan IPDN semakin parah."Â Sebut Inu.
Borok yang hampir kering itu, kembali berdarah pada akhir Agustus 2017 lalu. Korbannya seorang praja pria asal Riau dikeroyok 10 rekannya sesama Praja IPDN. Latar belakang kekerasan pun sepele, hanya gara-gara pacaran dengan praja perempuan asal Kalimantan Barat.
Fenomena asmara berbeda Daerah ini menjadi pelecut aksi penamparan, hingga menyebabkan luka pada bibir. Ada rekayasa tradisi yang dibuat kelompok Praja asal Kalimantan Barat, "Siapa saja Praja pria yang menjalin asmara atau pacaran dengan praja perempuan asal Kalimantan Barat, harus meminta ijin praja pria satu daerah." Memang ada tradisi konyol seperti ini di sana (Kalbar)? Ada-ada saja tingkah polah praja terbaik milik bangsa ini. Bukankah perbuatan mereka termasuk ujaran kebencian, memenuhi unsur SARA, inteloran terhadap suku lain. Ajaran diluar materi sekolah malah diterapkan, sementara materi yang diajarkan dosen dilupakan. Sungguh kurang ajar perbuatan mereka!
Ritual yang mereka terapkan, praja asal Riau ditutup matanya lalu ditampar atau tempeleng secara kasar oleh kelompok Praja asal Kalimantan Barat berjumlah sepuluh orang. Akibat kekerasan itu Praja asal Riau mengalami luka bagian bibir. Beruntung tak sampai meregang nyawa, sehingga masih mampu beraktivitas seperti biasanya.
Misalnya, Praja perempuan asal Kalimantan Barat menjalin asmara dengan Praja pria asal Makassar, harus mendapat izin dari Praja satu Daerahnya, lalu ditampar atau ditempel terlebih dahulu, baru boleh berpacaran. Itukan tidak bagus bahkan tidak pernah diajarkan para dosen. Memalukan!
Atas insiden memalukan itu, para pelaku pengeroyokan mendapatkan sanksi berat berupa penurunan tingkat hingga pemecatan. Luka berat ataupun ringan tidak menjamin kekerasan akan terjadi lagi. Keputusan Mendagri Tjahyo Kumolo memecat pelaku penamparan sudah sangat tepat, ini merupakan komitmen Mendagri untuk menghapus tindakan kekerasan di Kampus IPDN.
Makassar, 2 September 2017.