Di negara PANCASILA kebaikan hanya melahirkan kejahatan perilaku kekeraasn seksual, pedofilia, bullying, pembunuh, diskriminasi, kriminalisasi, secara brutal bergerak pesat. Konstruksi berpikir manusia modern rupanya sudah di gerogoti oleh ilusi tentang kejahatan dan pengkhianatan. Bangsa ini krisis “super hero dianggap bego, goblok” bahan guyonan di kantor, cafe, bahkan Mall, popularitas kaum sosialita mengalahkan orang-orang yang berjuang keras menegakkan nilai-nilai kebenaran tidak punya tempat lagi di negeri ini. Mereka seperti terbuang dalam kemalangannya, dimana sebuah peristiwa kekerasan seksual terhadap anak, rakyat jelata menjadikan “sebagian” manusianya berlaku kasar, gelap mata, tidak pernah berakhir. Kira-kira di tempat yang semacam itulah, super hero bangsa ini terjerembab.
Kejahatan tidak mengenal istilah libur sebagaimana anggota dewan, birokrat. Peristiwa pemerkosaan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat mengindikasikan bahwa induksi kejahatan kian merajalela merusak moral bangsa. Pemangku kebikan sibut berkampanye mengeruk elektabilitas rakyat dengan janji-janji surga ujung-ujungnya menjadikan korban semakin tertindas. Di antara alasan penting yang melatarbelakangi adalah kemiskinan yang sering bersifat struktural.
Stigma negatif sering menimpa kaum marjinal bahwa seksual terjadi karena kesalahan korban, lalu beranggapan bahwa orang tua tidak bisa mendidik anak dengan baik. Kecenderungan inilah yang membuat banyak perempuan korban kekerasan seksual karena sakit “terpaksa” melaporkan perisiwa yang dialaminya dianggap suatu AIB amoral. Karena itu orang lebih condong menyoroti korban dari pada mempertanyakan tindakan kriminal pelaku. Tidak tahu mau bicara apa lagi seperti nukilan diatas.
Makassar, 22 Oktober 2016