Hari peduli sampah 21 Februari belum lama berlalu. Namun demikian semangat kita untuk membudayakan masyarakat peduli sampah masih rendah, terbukti penerapan kantong plastik berbayar dianggap tabu. Berbagai opini kontra lebih mendominasi ketimbang pro, cara kita untuk meminimalisir “onggokan sampah” membuktikan bahwa penerapan kantong plastik berbayar setengah hati digulirkan.
Pagi tadi (27/2) bareng kedua anak saya, mencoba berkeliling lorong dekat rumah memungut sampah bekas air minum botol plastik. Satu kali putaran pada satu lorong saja hasilnya cukup mencengangkan, mampu mengumpulkan sampah botol plastik sisa air minum sebanyak satu kantong kresek notabene plastik merupakan “bencana” dan ini disebabkan sampah-sampah plastik. Sungguh luar biasa betapa hebatnya ego manusia, melalui botol sisa air minum dibuang seenak udelnya mengancam keberlangsungan hidup sehat bangsa sendiri.
[caption caption="Hasil Mungut Sampah sisa Botol Air Minum di Komplek Perumahan"][/caption]Sesungguhnya manusia relatif bermental buruk. Salah satunya berwatak perusak (al-fasid). Sekarang tinggal manusianya saja, mampu dan maukah menggunakan akalnya untuk melestarikan lingkungan dan tidak merusak alam? Jawabannya ada pada diri manusia itu sendiri. Firman Allah SWT : QS. Al-Qashas: 77:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Sampah merupakan momok setelah urusan KORUPSI menakutkan, seringkali terabaikan dan tidak terlalu mendapat perhatian oleh masyarakat umum. Padahal pemerintah kota Makassar melalui program LISA (Lihat Sampah Ambil) Makassar ta’ tidak rantasa’ (Makassar tidak kotor) mengajak masyarakat mau dan peduli beraksi memungut sampah, demi mewujudkan Makassar kota bebas sampah. Memang tak semudah berbicara, tanpa dibarengi aksi nyata, sama saja rapat melulu tanpa bukti alias omong kosong.
[caption caption="Dokumen Pribadi/Subhan"]
Permasalahan sampah sudah sangat menggelisahkan masyarakat yang peduli terhadap sampah. Bagi masyarakat yang pesimis tentu acuh, bisanya hanya koar-koar, mengumpat diberbagai kebijakan pemerintah melalui fasilitas media sosial tidak mampu memberi contoh yang baik. Perlu diketahui bersama tiap tahunnya, kota-kota di dunia menghasilkan sampah hingga 1,3 miliar ton. Diperkirakan oleh Bank Dunia, pada tahun 2025, jumlah ini bertambah hingga 2,2 milir ton. Fakta tentang sampah nasional pun sudah cukup meresahkan, yaitu bahwa Indonesia adalah peringkat kedua di dunia penghasil sampah plastik ke Laut setelah Tiongkok. Selain itu sampah plastik selama 1 tahun saja dipastikan menghasilkan 10,95 juta lembar sampah kantong plastik yang berarti sama dengan luasan 65,7 Ha kantong plastik atau sekitar 60 kali luas lapangan sepakbola. Inikah kebanggaan itu?
Pemerintah nampaknya tidak main-main dalam mengatasi persoalan produksi sampah secara nasional yang terus menggunung. Terbukti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) belum lama ini mengeluarkan kebijakan berupa kantong plastik berbayar. Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran KLHK Nomor S.1230/PSLB3-PS/2016 Tentang “Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar.” Dimana, masyarakat yang menggunakan kantong plastik di tempat ritel akan dikenakan bayaran Rp. 200,- hingga Rp. 5.000, tergantung pada kemampuan daerah masing-masing. Aturan itu akan dievaluasi selama enam bulan.
Aturan tersebut saat ini berlaku untuk masyarakat yang berbelanja di minimarket atau supermarket. Nantinya, kasir akan menawarkan pembeli untuk menggunakan plastik berbayar atau tidak. Belum merambah pasar tradisional, sebaiknya sesegera mungkin perlakuan sama diterapkan pada pasar tradisional tersebut.
Tujuan tersebut tidak lain adalah untuk mengurangi produksi sampah nasional. KLHK sendiri menargetkan sampah plastik berkurang hingga 1,9 ton dalam setahun melalui pelaksanaan kantong plastik berbayar.
Menurut saya, dengan bayar Rp. 200,- Surat Edaran Menteri akan jalan di tempat. Lebih baik Rp. 5.000,- sehingga konsumen berfikir dua kali, maupun retail lebih berhemat menggunakan kantong plastik. Agar tidak terkesan “setengah hati” berkomitmen “STOP” memproduksi plastik/tas kresek secara massal, bertujuan supaya beralih menggunakan tas belanjaan menggunakan bahan daur ulang dapat digunakan berulang-ulang.