[caption caption="dokumen pribadi/subhan"][/caption]Petualangan dimulai 24 Desember 2015 bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1437 Hijriyah. Penanggalan masehi kalender berwarna merah, menandakan musim libur telah tiba. Liburan ke Taman Wisata Alam Bantimurung Bulusaraung nyaris urung, dikarenakan hujan yang tidak begitu bersahabat.
Perjalanan pun dimulai saat hujan mulai reda, bergegas saya bersama putera ke dua meluncur menggunakan kendaraan umum “pete-pete” dari sudiang ke di Maros di kenakan tarif sebelum kenaikan Rp. 5000,- (lima ribu rupiah) pasca kenaikan tarif menjadi Rp. 6000 (enam ribu rupiah) per orang, kemudian transit di pasar maros melanjutkan menggunakan pete-pete jurusan Bantimurung dengan tarif setelah kenaikan harga BBM Rp. 7000 (tujuh ribu rupiah) per orang. Jarak panjang 20 KM dari Bandara Hasanuddin Makassar ke Maros sekitar 1-2 jam, apabila menggunakan kendaraan pribadi hanya ditempuh dalam waktu 30 menit saja, sepanjang perjalanan mata kita akan dimanjakan oleh pemandangan alam khas Sulawesi Selatan.
Bantimurung merupakan salah satu destinasi wisata alam unggulan di Provinsi Sulawesi Selatan pada umumnya, Kabupaten Maros pada khususnya, merupakan wisata kombinasi antara unsur flora dan fauna terletak di kaki gunung bulusaraung.
Dalam hati bertanya-tanya apa sih arti dari Bantimurung, ketimbang mati penasaran, akhirnya saya searching sama eyang google, alhasil sedikit banyak mendapat jawaban dari kata Bantimurung, berasal dari dua kata bahasa bugis; Benti berarti air, Merrung berarti menderu mengandung makna air menderu. Selain itu Bantimurung merujuk pada kata Banting Murung atau menghancurkan kegelapan/kegelisahan seseorang, berarti pengunjung dapat melepaskan kesedihan/kepedihan/kegelisahan atau pikiran dengan memandangi alam.
Gerbang Utama Bantimurung
[caption caption="dokumen pribadi/subhan"]
Akhirnya setelah mendekati tempat wisata, dari jalanan terdapat tulisan ‘TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG’ ukuran raksasa terbuat dari logam anti karat sebagai penanda telah mendekati lokasi obyek wisata.
Saat memasuki kawasan wisata, pengunjung akan disambut Gerbang unik berbentuk kupu-kupu dengan ukuran spektakuler, seakan untuk meyakinkan pengunjung bahwa bantimurung bulusaraung benar sebagai kerajaan kupu-kupu. Tepat dibelakang patung kupu-kupu nampak patung monyet ukuran raksasa, simbol bahwa kawasan hutan di area wisata ini dahulu pernah dihuni monyet khas bantimurung, keunikan pintu gerbang juga sebagai peminat bagi pengunjung, lagi-lagi sayang seribu kali sayang kondisi kedua patung tersebut seperti tidak terawat satu sisi sayap patung kupu-kupu dibiarkan “patah,” berlumut dan berkarat.
[caption caption="dokumen pribadi/subhan"]
Tarif masuk kawasan wisata mengalami lonjakan harga begitu drastis tidak semurah dulu kisaran Rp. 5000.- sampai Rp. 10.000,- kenaikan harga begitu signifikan belum dibarengi beberapa fasilitas seperti armada antar jemput dari pintu gerbang ke tempat loket bagi pengunjung pejalan kaki. Harga karcis dewasa dan anak-anak kini dibanderol Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) per orang. Untuk turis asing awalnya Rp. 20.000,- kini dikenai harga Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) wow!!! Fantastis. Lonjakan harga loket masuk secara tidak langsung salah satu sebab berkurangnya minat turis asing berkunjung ke Bantimurung, tidak semua turis mancanegara “berduit” sama halnya dengan wisatawan lokal tidak semuanya “berkantong tebal.” Maksud hati ingin melenyapkan kepenatan rutinitas sehari-hari, terpaksa merogoh kocek lebih dalam, harap dimaklumi jika jumlah wisatawan mancanegara semakin menyusut.
[caption caption="dokumen pribadi/subhan"]
[caption caption="Kolam Jamala"]