Â
Seringkali terjadi banyak kesalahfahaman pandangan masyarakat terhadap kata sengaja dan tidak sengaja dalam tindak pidana,karena memang banyak orang awam yang berfikir bahwa pelanggaran terhadap tindak pidana hanya bisa dihukum apabila seseorang melakukannya karena sengaja,dan sebaliknya jika itu terjadi karena kelalaian atau kaalpaan atau  tidak sengaja,maka tidak akan bisa dipidanakan,tetapi nyatanya salah, kelalaian pun akan bisa dipidana karena dilihat dari akibat kelalaian itu sendiri.Tidak dapat dipungkiri, seperti yang kita tahu Tindak pidana yang terjadi bukan hanya karena disengaja namun seringkali banyak terdapat akibat kelalaian,yang memang itu terjadi karena kurangnya keberhati-hatian seseorang dalam melakukan tindakan. Wirjono prodjodikoro dalam buku asas-asas hukum pidana di Indonesia menerangkan bahwa sebagian tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan,bukan culpa.Kesengajaan terbagi menjadi tiga,yaitu kesengajaan yang bersifat tujuan,kesengajaan secara keinsafan,dan kesengajaan secara keinsafan kemungkinan .Sementara tidak sengaja dapat diartikan sebagai  kelalaian atau kealpaan yang memang pelakunya melakukan tindakan tersebut tidak adanya unsur niatan.
Didalam hukum pidana terdapat delik yaitu suatu perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang,didalam hukum pidana sendiri ada beberapa delik yang mengaturnya,diantaranya ada delik dolus (tindakan akibat kesengajaan) dan delik culpa (tindakan karena kealpaan atau kelalaian ),telah disebutkan dalam pasal 359 KUHP bahwa barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.Maka sudah jelas bahwa ada peraturan UUD yang mengatur akan hal ini (KUHP),sehingga kita harus memahami dan mematuhinya.Sedangkan tindak pidana pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 340 KUHP, yaitu: Barangsiapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Diatas adalah salah satu pasal yang mengatur tentang hal sengaja dan tidak sengaja dalam hukum pidana di indonesia.Hal ini dikarenakan biasanya yang pantas mendapatkan hukuman pidana itu adalah orang yang melakukan sesuatu dengan sengaja.Maka harus ditinjau seandainya ada bayangan kepastian, tidak hanya kemungkinan, maka apakah perbuatan itu tetap akan dilakukan oleh si pelaku  .Kalau hal ini terjadi, maka dapat dikatakan bahwa kalau perlu akibat yang terang tidak dikehendaki dan hanya mungkin akan terjadi itu, akan dipikul pertanggungjawabannya oleh si pelaku jika akibatnya tetap terjadi .
Di sisi lain, ilmu hukum pidana mengenal istilah culpa atau kelalaian. Menurut Wirjono dalam Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, arti kata culpa adalah "kesalahan pada umumnya". Tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat kesengajaan, namun karena kurang berhati-hati, sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi. Terkait kelalaian, Andi Hamzah yang mengutip J. Remmelink dalam buku Hukum Pidana Indonesia menerangkan bahwa siapa karena salahnya melakukan kejahatan berarti tidak mempergunakan kemampuannya yang seharusnya dipergunakan.Menurut Van Hamel sebagaimana dikutip Andi Hamzah dalam buku yang sama, kelalaian dibagi atas dua jenis, yaitu 'kurang melihat ke depan yang perlu' dan 'kurang hati-hati yang perlu' . Yang pertama terjadi jika terdakwa tidak membayangkan secara tepat atau sama sekali tidak membayangkan akibat yang terjadi. Yang kedua, misalnya ia menarik picu pistol karena mengira tidak ada isinya (padahal ada) .Wirjono dalam buku yang sama menyamakan kelalaian dengan culpa .
Dalam Putusan Pengadilan Negeri Kayuagung Nomor 251/Pid.Sus/2018/PN Kag, Majelis Hakim menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "karena kelalaiannya mengakibatkan korban meninggal dunia", dan menjatuhkan pidana penjara selama empat tahun .Dalam pertimbangan, Majelis Hakim mengutip Van Hamel yang menyatakan bahwa culpa mengandung dua syarat, yaitu tidak menduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum dan tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum .Mengenai tidak menduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum, ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu terdakwa berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya, padahal pandangan tersebut kemudian ternyata tidak benar dan terdakwa tidak sama sekali mempunyai pikiran bahwa akibat yang dilanggar mungkin timbul karena perbuatannya .
Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur kelalaian ini terbukti berdasarkan fakta persidangan bahwa Terdakwa membonceng dua orang dan mengendarai motor dengan kecepatan kira-kira 70km/jam.Terdakwa tidak mengurangi kecepatan ketika mengambil jalur sebelah kanan, karena kondisi jalan berlubang/retak dan menurun ke sisi samping kiri jalan raya .Dari arah berlawanan, ada pengendara motor, namun Terdakwa tidak memerhatikannya. Terjadi kecelakaan yang mengakibatkan pengendara motor itu dan satu teman Terdakwa meninggal di tempat .Majelis Hakim berpendapat jelaslah tergambar bahwa Terdakwa tidak menduga-duga dan tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum ataupun berpikir bahwa perbuatannya akan menimbulkan kecelakaan mengakibatkan korban meninggal .
Bisa disimpulkan bahwa sengaja dan tidak sengaja adalah bagian dari kesalahan hukum pidana yang menunjukkan hubungan antara perbuatan dan niat,dua-duanya bisa dikatakan sebagai tindak pidana jika akibat dari perbuatan atau tindakan tersebut menyebabkan kerugian atau bisa dikatakan melanggar sesuai UUD. Adanya unsur sengaja dan tidak sengaja dalam hukum pidana membuat seseorang bisa dipidana.
Referensi:
Andi Hamzah. Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2017;
Wirjono Prodjodikoro. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama, 2003.