“Bu, salahku apa? Mengapa sekolah-sekolah itu tidak bisa menerimaku sekolah disitu, bu?” celoteh bibir mungil Edo.
“Nak, ibu dan kakekmu akan terus mencarikan sekolah yang bisa menerimamu. Tenang ya sayang, kau pasti sekolah kok” Mirna mengelus kepala anaknya sambil tersenyum getir.
Selama hampir tiga bulan Mirna sudah pontang-panting mencari lembaga pendidikan untuk bisa menyekolahkan anak sulungnya tersebut. Edo yang seharusnya bisa menikmati cerianya dunia bermain bersama teman sebaya, dan bisa belajar layaknya teman yang lain sepertinya harus bersabar sampai Mirna mampu menemukan sekolah yang tepat dan bisa menerima kondisi anak sulungnya itu.
Jika malam menjelang Mirna hanya mampu menangis mengingat semua perjalanan hidupnya. Dia tidak mengerti mengapa ujian hidup terasa seberat ini. Mata Mirna menerawang jauh ke masa itu. Mirna, sosok buruh pabrik di daerah pinggiran. Di tempat dia bekerja Mirna mengenal sosok lelaki itu. Dia perhatian dan terkesan kalem sekali. Sebagai gadis yang cukup usia, akhirnya Mirna menerima uluran kasih lelaki yang menyandang gelar duda tersebut. Akhirnya mereka memutuskan menikah.
Hari-hari awal pernikahan mereka jalani dengan kebahagiaan. Dan terasa lengkap kebahagiaan mereka, setelah diketahui Mirna dinyatakan positif mengandung bayi buah cinta mereka. Mirna tidak pernah menyadari, bahwa kebahagiaan itu awal dari perjalanan panjangnya menjalani hidup dalam penderitaan sampai saat ini. Setelah bayi laki-laki yang mereka dambakan lahir, mulailah semua bencana itu bagai petir di siang bolong untuk Mirna dan keluarga besarnya. Disaat bayi lucu Mirna membutuhkan kasih sayang, suami Mirna harus dipanggil oleh Tuhan. Mirna bagai limbung dan tidak tahu harus bagaimana. Tapi itulah jalan hidup Mirna yang harus di hadapi demi anaknya.
Mirna terus berjuang sendiri dan di bantu orangtua merawat anaknya. Pada tahun ke dua di tinggal suaminya, Mirna mulai membuka hati untuk lelaki lain yang mungkin bisa dia jadikan sandaran hidup bersama anaknya. Dan akhirnya Mirna menikah untuk yang ke dua dan di karuniani anak perempuan.
Edo berusia tiga tahun dan sering sakit-sakitan disaat mempunyai adik baru. Mirna hanya mampu mengobatkan anaknya di puskesmas yang ada di daerahnya. Entah karena apa Mirna tidak mengerti, pihak puskesmas menyarankan Edo untuk di tes darah lengkap. Dan hasil tes darah Edo, adalah awal perasaan kiamat bagi dunia Mirna saat itu. Hasil tes darah menunjukkan gejala virus yang menakutkan menjangkiti Edo. Oleh pihak puskesmas di rujuklah Edo untuk tes lebih lanjut ke rumah sakit yang terbesar di Jawa Timur.
Dan hasil tes di RS Dokter Sutomo menyatakan jika Edo mengidap virus HIV /Aids. Dunia Mirna serasa runtuh saat itu, karena pihak rumah sakit menyarankan dia dan adik Edo untuk menjalani tes darah juga. Hasilnya di luar dugaan Mirna. Dia dan anak gadis kecilnya juga dinyatakan positif. Bagai runtuh dunia Mirna. Jadi selama ini, dia tidak tahu bahwa kematian suaminya yang pertama akibat penyakit itu.
Mungkin semua tidak bisa dia sesali terus menerus. Mirna merasa dia harus terus bertahan demi ke dua anaknya. Karena setelah mengetahui Mirna dan dua anaknya mengidap sakit yang mematikan tersebut, suami Mirna yang ke dua meninggalkannya tanpa sepatah kata apapun. Mirna seorang diri berusaha bertahan membesarkan ke dua anaknya, walau tiap bulan sekali dia dan dua anaknya harus menjalani pemeriksaan di Voluntary Counseling and Testing. Bertahan dan terus bertahan itu sekarang hidup Mirna dan anak-anaknya.
“Nak, ibu akan terus berusaha bertahan dan berjuang untuk kalian” bisik lirih Mirna sambil mengelus anak-anaknya.
Mirna hanya berharap keajaiban Tuhan untuk keluarga dia.