Kemarin, senja bergulir di setapak waktu. Menggores warna di dermaga kala senja jingga. Lalu lalang mulai sepi. Tapi Key masih selalu setia mendatangi dermaga. Berharap sosok bayangan Bagas tiba-tiba muncul.
Sore itu hari ke dua Kay mendatangi dermaga lagi, dan hanya bayangan semu yang dia dapati. Rembulan mengerling mesra di wajah Kay. Malam menebarkan aroma rindu. Walau semua hanyalah semu, tapi sekeping hati Kay selalu percaya jika harap esok masih ada untuk bertemu Bagas kembali.
“Kau sudah gila ya, Kay” cerocos bibir mungil Mia.
“Aku yakin Bagas tidak akan menemuimu, Kay...sadar itu! Jangan buang waktu menunggu dia di dermaga itu”
Tanpa titik koma Mia sahabatnya selalu mengomel melihat kebodohan demi kebodohan Kay. Tapi bukankah cinta itu kadang menguji? Terus sampai kapan ujian itu akan Kay jalani. Hanya Bagas yang mempunyai jawaban tiap pertanyaan Kay.
Senja-senja berikutnya Kay lalui dengan penantian semu. Tapi satu keyakinan, jika di suatu senja nanti Bagas pasti akan datang. Mungkin minggu ini, minggu nanti atau entah.
Pagi ini...sebening tetes embun di daun melati. Senyum Kay begitu manis. Berharap kebodohan dia berakhir senja ini. Matahari berseri di mega-mega biru dan membawa hangat biasnya di pori.
Kay gelisah melihat jarum jam. Waktu kapal sandar di dermaga sebentar lagi. Akankah tidak sia-sia penantiannya? Kay yakin jika senja itu dia akan bertemu Bagas. Seyakin cinta dia untuk Bagas. Akhirnya kapal yang di tunggu Kay sandar di dermaga. Tapi sampai penumpang terakhir, sosok Bagas tidaklah ada. Kay tidak mau beranjak dari tempat duduknya. Matanya nanar menatap lampu-lampu yang mulai bersinar dengan indahnya.
Tiba-tiba...
“Hai sayang, sudah lama menantiku?”
Suara itu terasa merdu ditelinga Kay dan membuat dia seperti melayang. Tapi setelah dia menoleh....ternyata....