Minggu, 16 Mei 2010
Malam ini, beberapa menit yang lalu, menjelang tengah malam, aku terbangun dari tidur lelap. Pintu diketuk keras, sungguh mengagetkan dan hampirmembuatku balik berteriak. Begitu kukuak pintu kamar, tampak tiga sosok tercinta dan seorang balita; Haekal, Seli, Butet dan si kecil cucuku Zia.
Terheran-heran aku mencermati bawaan mereka, sesuatu disodorkan Butet; sebuah tart indah penuh buah stoberi yang ranum, dan dua lilin kecil, sekeping cokelat bertuliskan; Happy 54!
“Subhanallah… anak-anak ini,” suaraku tersekat di tenggorokan. Kejutan yang mengharukan untuk diriku yang tak pernah secara khusus merayakan ulang tahun, kecuali ditraktir makan-makan alakadarnya.
“Manini, boleh tiup lilinnya sama Zia saja, ya,” kata Seli, mantuku.
“Iya, iya…, ayo Zia tiup!” sahutku.
Dengan senang hati Zia yang juga belum lama ulang tahun ke-2, meniup lilin kecil di atas tart cantik buah stoberi itu; Peeesssst!
“Cantik nian tartnya, bikinan Seli nih?” tanyaku, menatap takjub tart yang memang sungguh cantik itu.
“Bukan, ah, beli tuh,” sanggah Seli, tersipu-sipu.
“Ayo, potong, Mama, potong,” sulungku mengajuk.
“Gak, ah, jangan sekarang, pssst… Lagian jangan ribut. Zein baru tidur tuh!”
“Iiih, Mama… lagi ngarep juga, ngacay weh yeuh!” Haekal menahan tawa.
“Hoooh! Si Abang beneran ngacaaay!” seru Butet tertahan, mengikik geli.
Beberapa jenak kami tertawa geli.
“Ya wis, ayo, kita potong rame-rame,” kataku, memulai mencicipi tart yang sesungguhnya ingin kusimpan saja, tanpa kusentuh. Saking sayangnya, lagian kapan pernah dikasih tart secantik ini?
Setelah dicicipi rame-rame, kukatakan untuk menyimpannya di freezer. Besok pagi ingin kubagi juga untuk Bibi cuci dan anaknya.
Ketika telah ditinggal seorang diri, mendadak ada yang bergalau di dalam sini, di lubuk hati terdalam ini… Hmmm, Emak, karenamu, aku dalam kandunganmu dan dilahirkan olehmu. Dan Emak, sekarang telah menyatu dengan tanah, kembali ke haribaan-Nya.
Ada yang menitik tiba-tiba dari sudut-sudut mataku. Airmata pilu, airmata rindu; Emak!
Tentu saja, 54 tahun yang silam, Emak telah berjuang keras untuk melahirkan dirku. Hatta, pas azan zuhur, aku pun terlahir ke bumi, di sebuah rumah kuno di jalan Empang, Kabupaten Sumedang. Anak sulung dari tujuh bersaudara.
Mendadak juga segala kenangan, sepanjang hayat; entah yang manis, yang pahit, yang indah dan muluk-muluk, seolah terbayang di pelupuk mata ini.
Ya Allahu Robb… Alhamdulillah, terima kasih…
Rasa syukur ini tiada terhingga, karena Engkau telah begitu banyak memberiku; banyak, banyak hal, yang berujung pada sesuatu bernama; waktu!
Dia telah memberiku banyak; sahabat, saudara yang peduli dan menyayangi.
Dia telah memberiku anak-anak, menantu dan dua cucu; sebuah kebanggaan, harta tak ternilai.
Dan waktu!
Sesuatu yang senantiasa memburu, agar diri ini senantiasa teringat kepada-Mu untuk mensyukuri setiap anugerah yang telah Engkau limpahkan.
Alhamdulillah…, jika Engkau masih berkenan; berilah sedikit lagi waktu, karena ternyata masih banyak yang masih ingin hamba tuliskan dengan pena indah ini.
foto diunduh dari; pelukismalam.multiply.com; terimakasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H