Tentang nakerwan kita di Hong Kong yang berperilaku menyimpang seperti bergaya atau memang berubah menjadi lesbian, ini bisa kita tonton dengan leluasa di berbagai sudut Victoria Park tiap hari Minggu dan libur. Mereka dengan sangat bebasnya bertingkah. Mulai dari yang hanya bergerombol dengan sesama jenisnya, bergelayutan mesra dengan pasangannya, hingga yang ekstrim berciuman hebat. Tanpa peduli sekitarnya!
Penampilan mereka bergaya punky, rambut dicat menyolok warna-warni, anting berderet di kuping, hidung bahkan di lidah. Busana mereka tak kalah nyentriknya, celana selutut jins robek sana-sini, kemeja kedombrangan kembang-kembang, tapi ada juga dari merek-merek terkenal. Masih ditambah parfum yang menyengat tajam ke sekitarnya, hingga sejarak 200 meter pun sudah tercium oleh hidung kita. Sumpe deeeh!
“Ada temanku yang melakukan pernikahan secara resmi. Menyewa gedung, menyediakan catering dan mengundang gengnya. Konon menghabiskan sekitar 25 jeti,” kata seorang relawan yang kutemui di Dompet Dhuafa HK. “Terus, beberapa bulan kemudian mereka memutuskan punya anak….”
“Haaaa?!” seruku melongo.
“Iya, anaknya bisa dibeli di toko-toko. Berupa boneka!”
Maka, jangan heran jika suatu saat kita menemukan pemandangan serupa ini; sepasang lesbian, salah satunya sedang menggendong boneka. Mereka memperlakukan boneka itu tak ubahnya seperti kepada seorang bayi, anak kandung sendiri. Pura-pura disuapi, diganti popoknya sambil diajak ngomong sepenuh sayang. Kalau bosan tinggal membuangnya ke tong sampah!
Seorang teman yang telah lama mukim di negeri beton, lain lagi ceritanya.“Ini bukan lesbian, Teteh, tetapi yang doyan ngeseks bebas. Di Indonesia sudah punya suami dan anak-anak. Di Hong Kong dia mencari mangsa, sampai punya suami dua!”
“Waduuuuh, mana bisa begitu?” seruku kaget setengah mati.
“Ini kisah nyata loh, Teteh. Dia seorang temanku, pernah begitu dekat seperti saudara sendiri. Eeeeh, malah menggoda suamiku yang warganegara Hong Kong. Ketika putus persahabatan kami, kulihat dia sudah menikah dengan orang Korea. Gilanya, begitu suami Korea cuti ke negaranya, dia malah menikah lagi dengan orang sini!”
Lakon-lakon negatif tentang nakerwan kita yang masuk kuping, biasanya kulemoar jauh-jauh, kuputuskan tidak memercayainya. Aku sangat salut dan respek terhadap BMI Hong Kong, demikian pula untuk nakerwan kita di mana pun berada. Bahkan sampai aku tiba di ruang tunggu keberangkatan di bandara Hong Kong, Kamis yang lalu. Masih kuselesaikan sebuah tulisan tentang BMI Hong Kong: Salut dan Respek!
Di ruangan tunggu gate 17 itu, tampaklah banyak nakerwan kita yang hendak cuti atau pulang ke kampung halaman. Naluri kepenulisanku langsung memerintahkan mata dan kuping ini untuk standbye. Hehe.
Jika dicermati gaya mereka sungguh menyolok, baik dalam penampilan, busana maupun ponsel bermerek yang hampir tak pernah lepas dari kuping. Kebanyakan bajunya keren-keren, lengkap dengan kacamata, tas dan sepatu setengah mata kaki, selutut. Pokoknya, semuanya bermerek!
Tak ubahnya rombongan peragawati dan artis yang hendak naik pentas!
Ada seorang perempuan muda (sekitar 30-an) dengan celana jins ketat, T-shirt lebih ketat lagi dengan bebasnya memerlihatkan pusar dan sebagian pinggul, sehingga tampak tali CD-nya dan sebagian bokongnya. Potongan biodinya memang aduhai-bohay, mengingatkanku akan bodinya Inul Daratista. Sejak awal kujumpa, dia secara terus-menerus berponsel-ria dalam bahasa Jawa yang medok.