Mohon tunggu...
Pipiet Senja
Pipiet Senja Mohon Tunggu... profesional -

Seniman, Teroris Tukang Teror Agar Menjadi Penulis, Pembincang Karya Bilik Sastra VOI RRI. Motivator, Konsultan Kepenulisan, Penyunting Memoar: Buku Baru: Orang Bilang Aku Teroris (Penerbit Zikrul Hakimi/ Jendela)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Superni BMI Hong Kong Terkena Kanker: Adakah KJRI HK Berkenan Membantu?

10 Oktober 2010   03:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:34 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berikut adalah reportase Ketua Teater Angin, Mega Vristian, seorang aktivis dan penulis produktif yang bekerja dan bermukim di Hong Kong. Saya menyebarkannya agar ada uluran kemanusiaan untuk Superni yang sedang menderita kanker tulang belakang, stadium tiga. Semoga!

by Mega Vristian on Sunday, October 10, 2010 at 8:07am

Kanker Menyerang Superni ( BMI- HK)

Waktu kunjungan besuk di rumah sakit Queen Elizabeth (QE) habis sudah. Saya peluk dan cium keningnya sebelum meninggalkannya. Air matanya mengalir lagi, entah ini tangisan yang keberapa kalinya sejak saya rutin membesuknya. Tangisan karena terharu saat dia sakit ternyata banyak kawan yang semulanya tak dikenalnya mengunjunginya. Saya mengetahui dia sakit dari anggota Shelter Koalisi Organisasi Tenaga Kerja Indonesia di Hong Kong (KOTKIHO).

"Bunda, jangan pergi," pintanya memelas.

"Besok bunda kesini lagi, nak. Kamu istirahat ya. Jangan lupa berdoa," tangis saya nyaris pecah saat akan pamit pulang.

Setelah saya cek lagi dua termos kecil tempat air panas, agar cukup untuk minumnya malam nanti dan membetulkan selimutnya dengan berat saya tinggalkan Superni, yang berbaring lunglai menahan sakit di ranjang, akibat serangan kangker ganas pada bagian tulang belakang tubuhnya.

Superni (33) Buruh Migran Indonesia ( BMI), berasal dari gang Ali Andong, Sawangan, Bojong Sari Lama, Depok. Ibu dari 3 anak ini, ke Hong Kong, kali pertamanya bulan September tahun 2005 melalui PJTKI, Yonasindo Intra Pratama, Karang Sari, Tangerang. Di salurkan ke  agen Goltex, Central. Hong Kong.

Kontrak pertama di Shek Thong Tsui, dengan job kerja mengurus seorang kakek. Baru 7 bln bekerja sang kakek, meninggal dunia. Pindah ke majikan kedua di Taipo tapi sayangnya setelah setahun bakerja, majikan pindah bekerja ke Canada. Wong Tai Sin, adalah tempat tinggal majikan ketiga, dengan tugas kerja sama dengan di kontrak pertama yaitu menjaga kakek. Superni, mengakui jika majikan ketiga ini pun sangat baik seperti majikan-majikan sebelumnya. Sehingga kontrak ketiga  sudah dijalaninya kurang lebih 3 tahun, tanpa kendala apa pun.

Di pertengahan bulan september, Superni tiba-tiba merasakan ngilu bahkan mengalami kram di kedua belah kakinya, begitu juga pada bagian pinggang. Majikan membawanya ke dokter di wong Tai Sin, bahkan sampai dua belas kali ke dokter dan dikasih suntikan, sakit yang dialami Superni belum sembuh juga. Bahkan terasa makin menyiksa. Setelah Superni mencoba ke dokter lain yang masih di wilayah Wong Tai Sin juga, dokter kedua tidak melakukan pengobatan tapi malah menulis surat pengantar agar Superni melakukan pengobatan ke rumah sakit Kwong Wah di Yau Ma Tei.

Dua hari tiga malam, tepatnya mulai tgl 12 September, Superni tinggal di rumah sakit Kwong Wah untuk menjalani pemerikasaan atas sakit yang dideritanya.

"Saya tidak menyangka bunda, jika saya kena kanker. Bahkan sudah stadium tiga," katanya  dengan wajah sedih.

Pada tgl 15/09 Dengan alasan lebih lengkapnya peralatan pengobatan, Superni, dipindah ke rumah sakit Queen Elizabeth (QE), di King's Park, Jordan. Tepatnya di lantai 3, ruang E, nomor ranjang 33. Waktu kunjungan pasien, siang jam 12  - 1, sedangkan malam hari jam 6 - 8.

Ketika saya tanyai penyebab awal sakit, seingatnya pernah jatuh terpeleset saat belanja di pasar. Setelah jatuh sering terasa ngilu ditulang bagian belakang tapi  tak pernah diraukan. Dia pikir cuma akibat capek kerja saja.

Ketika  awal Superni menderita sakit, majikan bersikap baik ke Superni. Dia sering menengok Superni di rumah sakit  tapi kemudian kunjungan semakin jarang, sejak majikan bersama agen suatu malam, datang ke rumah sakit meminta Superni untuk menandatangani surat putus kerja. Superni menolak untuk diberhentikan kerja dengan alasan dia masih sakit dan masih membutuhkan pengobatan.

“Saya berangkat dari Indonesia sehat, pulang pun ingin dalam keadaan sehat atau sekalian saya pulang dalam keadaan meninggal," ungkapnya suatu malam saat saya membesuknya.

Dia juga sempat menceritakan keadaan ekonomi orang tuanya dan juga keluarganya yang bisa dikatakan masih serba pas-passan. Anak pertamanya berumur 13 th, kedua 10 th dan si bungsu 6 th. Suaminya dengan pekerjaan tidak tetap. Sejak muda Superni pekerja keras, sebelum ke  Hong Kong pernah bekerja di Taiwan dan Malaysia.

"Saya tidak ingin jadi beban keluarga, sakit kangkerkan pengobatannya mahal di Indonesia. Jika di Hong Kong tidak bisa sehat, saya milih mati saja." Sering kalimat itu diucapkan dengan tatapan mata kosong.

Sepengetahuan saya, Superni cukup tegar menjalani sakitnya. Malah saya dan kawan- kawan dari anggota Shelter yang menjenguknya kasian tak tega melihat saat Superni kesakitan merasakan ngilu dan katanya sekujur kaki, pinggul dan punggungnya seperti digigit ribuan semut api. Dia merintih sambil mengucap istifar juga menyebut nama Allah.

Karena Superni tak kuat lagi untuk jalan ke kamar mandi bahkan mengangkat bagian pantatnya saat mau buang air kecil, maka dia harus selalu menggunakan pampers. Sehari semalam bisa menghabiskan 4 sampai 6 pampers. Sedihnya Superni harus membeli pampers sendiri, majikan dan  rumah sakit tidak menyediakannya.

Saya kaget ketika suatu hari menengoknya lagi, kalau tidak salah dikunjungan yang empat kalinya mukanya pucat dan suaranya serak bahkan nyaris tidak bisa bicara. Pokoknya kondisi kesehatannya jauh lebih buruk dari hari-hari sebelumnya. Ternyata itu akibat dia mengurangi air bahkan minum obat dengan dibantu roti bukan air. Tujuan dia untuk ngirit pampers.

"Lama-lama saya kan tidak punya uang, bunda," keluhnya sambil menangis.

Beberapa kawannya dan kawan saya saat datang menjenguknya dengan membawa makanan dan pampers juga. Ketika saya tanya apakah pihak Konsulat Indonesia, mengetahui sakitnya. Dia menjawab mengetahuinya sebab salah satu kawannya pernah melaporkan sakitnya tapi pihak Konsulat Indonesia belum ada yang mengunjunginya. Sedang Masalah majikan dan agen yang mendesaknya untuk  menandatangani pemutusan kerja, kasusnya sudah dilaporkan pada kantor Domestic Helpers & Migrant Workers Programme - Christian Action.

Superni masih menunggu hasil diagnosa dokter tentang harus menjalani operasi atau tidaknya. Menurut keterangan dokter semua baru akan diketahui hasilnya tanggal 18 mendatang.

Pembaca di Hong Kong.yang ingin membantu Superni silahkan datang langsung ke rumah sakit atau bisa menghubungi  Wiwin, sebagai koordinator pengumpul dana bantuan untuk Superni dengan nomor telpon 92475043. Semoga amallan kita bisa meringankan beban deritanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun