Mohon tunggu...
Pipiet Senja
Pipiet Senja Mohon Tunggu... profesional -

Seniman, Teroris Tukang Teror Agar Menjadi Penulis, Pembincang Karya Bilik Sastra VOI RRI. Motivator, Konsultan Kepenulisan, Penyunting Memoar: Buku Baru: Orang Bilang Aku Teroris (Penerbit Zikrul Hakimi/ Jendela)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ibuku: Burung Pipit Dengan Ketangguhan Elang

17 Mei 2010   02:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:10 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prolog; begitu banyak anugerah yang telah dikucurkan Sang Khalik kepada saya sepanjang hayat ini, sahabat yang peduli dan menyayangi sudah bagaikan saudara sendiri, kesehatan yang berangsur membaik, pertahanan dalam kekuatan doa anak-anak dan saudara-saudariku di taklim-Nya.

Dan ini; persembahan buah hatiku, putriku Butet...

Semoga berkah dan menginspirasi kompasianer.

Kado Cinta dari putriku...

Kenangan pertamaku akan seorang Mama adalah ketika suatu siang, ia membawakanku mangga. Aku memegang mangga yang sudah dikupas itu dengan tangan kecilku. Menggigitnya sambil bersenandung bersama.Tapi… apa itu yang bergerak-gerak di mangganya?

Aku melihat satu, bukan, dua, DUA ulat buah menggeliat-geliat di tanganku. Reaksi pertamaku menangis. Lalu melemparkan mangga itu ke lantai penuh rasa takut. Ibuku menenangkanku, menghilangkan rasa panikku dengan memelukku, membuang ulat itu dan membersihkan sisa-sisa mangga di lantai yang baru saja dibersihkannya dengan sabar. Dan itulah tepatnya yang ia lakukan padaku sepanjang 20 tahun kemudian. Menenangkanku, menghilangkan rasa takutku, membersihkan “sisa-sisa”. Ketika aku mendengar tawa menyeramkan sepanjang malam di atap rumah, aku ingat kami berpelukan bersama. Mama menenangkanku yang gemetaran, sementara bisa jadi ia sama takutnya denganku. Ketika operasi pengangkatan empedu dan limpa sekaligus itu menyiksanya, ia tidak membebaniku dengan merengek-rengek seperti ibu-ibu lain. Aku seringkali mendapati dirinya meringis menahan rasa sakit, menahan diri untuk tidak mengeluh. Kerap kali meminta maaf karena sudah merepotkanku. Ah Mama, andai kau tahu, penderitaan selama berbulan-bulan itu tidak ada apa-apanya dibanding kebahagiaan luar biasa ketika melihatmu sembuh dan ceria lagi. Ketika aku menceritakan cita-cita yang tidak masuk akal, ia akan menjadi satu-satunya orang yang mendorongku. Membantuku. @@@ Namanya Pipiet Senja. Tubuhnya memang sekecil burung Pipit, terkesan sangat ringkih, karena harus ditransfusi secara berkala sepanjang hayatnya. Tapi percayalah, ketangguhannya sungguh bisa mengalahkan Elang. Sebagai seorang seniman dengan jiwa paling nyentrik, seorang penulis yang diakui dan dicintai, seorang sahabat yang setia dan selalu siap membantu, seorang anak yang luar biasa berbakti, seorang kakak yang mengayomi adik-adiknya hingga kini, seorang ibu yang penuh keikhlasan, begitu pemurah dan tak pernah mengekang anak-anaknya, seorang istri yang luar biasa teramat pemaaf, seorang publik figur dengan ribuan fans namun tetap rendah hati, sebagai seorang insan yang paling tidak egois yang pernah kukenal, begitu mendahulukan orang lain, begitu penuh rasa syukur untuk setiap waktu yang Allah berikan padanya… Setiap peran yang ia jalani dalam hidupnya, tidak ada yang “biasa”. Selalu, selalu menginspirasi banyak orang. Hari ini seorang Pipiet Senja berulang tahun Raga 54 tahun dengan jiwa 24 tahun dan semangat juang 45... Ah, ibuku.. Aku ingin engkau hidup seribu tahun lagi. Aku ingin engkau menimang anak-anakku, membanjiri mereka dengan kasih sayangmu yang tak pernah ada habisnya itu. Mendidik mereka seperti engkau mendidikku. Aku ingin engkau menyaksikan kesuksesanku, menjadi orang pertama yang tahu, betapa kuberjuang untuk membuatmu bangga, untuk membuatmu tersenyum dan berkata kepada semua orang, seperti saat kau melihatku membaca puisi di panggung TK saat kecil, “Lihat! Itu anakku!”. Dan meski para dokter sok tahu itu menentukan usiamu hanya setahun lagi, kita berdua tahu, engkau jauh, jauh, jauh lebih kuat dari itu. Kita dua orang yang percaya kepada Allah, kepada kekuatannya yang melebihi kekuatan siapapun di dunia ini. Selalu ada jalan untuk kita, Ma, selalu; yakinlah! Tersenyumlah. Tetaplah di sini seratus tahun lagi. Ya Allah, kumohon dengan teramat sangat, beri kami waktu sedikit lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun