Sebuah ruang tak terbatas ukuran, dengan geliat keramaian yang menyuguhkan sebuah tradisi kerakyatan. Adalah pasar tradisional yang sudah menjadi sejarah perekonomian dari zaman ke zaman.
Sejak dari zaman dulu, dimana diperkirakan sudah berabad-abad lamanya, pasar tradisional sudah hidup sebagai tempat melakukan transaksi untuk menilai-kan (menukar) barang dengan barang kebutuhan lainnya atau disebut barter. Namun seiring berjalannya waktu dengan kemajuan berpikir manusia, pertukaran sistem barter akhirnya dirubah dengan bentuk benda. Adapun benda yang digunakan sebagai alat pertukaran adalah benda-benda yang diterima oleh umum ‘generally accepted’ dan benda yang dianggap bernilai tinggi seperti perak, emas, bahkan benda yang dianggap mempunyai daya magis. Kemudian munculah uang sebagai alat bertransaksi jual-beli yang dianggap lebih mudah membuat pecahan barang yang sesuai nilai barang, dan berlangsung sampai saat ini.
Budaya jual-beli yang terdapat di pasar tradisional merupakan sebuah pola yang turun temurun yang masih dipertahankan. Hal tersebut merupakan bentuk kerukunan yang terjalin atas rasa saling membutuhkan antar sesama. Dimana adanya sebuah hubungan yang tak ternilai atas kemajemukan dan kehidupan dalam bermasyarakat.
Saat ini, pasar tradisional sudah menjadi sentra pertemuan antara penjual dan pembeli. Menjadi pusat perekonomian kerakyatan yang mampu menyusur berbagai kalangan, khususnya kalangan menengah ke bawah. Sehingga interaksi yang terjalin menyuguhkan sebuah peradaban yang ber-simbiosis dengan pola transaksi jual-beli yang ter-sepakati.
Keunikan Pasar Rakyat
Banyak pasar tradisional yang memang terbentuk karena adanya transaksi jual-beli kebutuhan yang bersentuhan langsung dengan rakyat. Pasar-pasar tersebut umumya adalah pasar yang terdapat di desa, yang memang kebanyakan menjual barang dagangan berupa hasil (tani) dari desa.
Di Indonesia, pasar merupakan tujuan utama bagi penggawa dapur rumah tangga 'ibu' untuk mencari kebutuhan (makan) keluarga. Karena hanya di pasar yang mampu memenuhi daftar kebutuhan yang dibutuhkan.
Pasar juga merupakan sarana berkumpulnya pedagang untuk menjajakan dagangannya. Dengan beraneka ragam jenis barang kebutuhan, mereka (pedagang) biasanya menyusuri lapak dan jalanan pasar. Mulai dari kebutuhan makan (beras, sayur, buah, rempah, daging dll), serta kebutuhan sandang (pakaian) yang banyak dijajakan pedagang pasar (rakyat) tradisional.
Berkembang dalam upaya memenuhi kebutuhan, pasar rakyat yang umumnya dinamakan pasar tradisional mempunyai segmentasi penjual dan pembeli. Dimana terbentuk untuk mempermudah pembagian tempat dan jenis barang yang diperjual-belikan. Segmentasi tersebut biasanya dibedakan berdasarkan nama pasar dan jenis barang yang diperdagangkan.
Nama pasar yang digunakan untuk mempermudah rakyat (pembeli) untuk membedakan, biasanya menggunakan nama hari. Seperti penggunaan nama pasar senen di Jakarta oleh Justinus Vinck (baca : pendiri pasar senen), merupakan pasar yang (awalnya) mempunyai nama Vincke Passer tersebut hanya dibuka pada hari senin. Selain itu, juga ada pasar lain yang menggunakan nama hari lainnya, yaitu pasar selasa (Koja), pasar rebo atau rabu (Kramatjati), pasar kamis (Jatinegara), pasar jum’at (Lebak Bulus, Klender dan Cimanggis) dan pasar sabtu (Tanah Abang).
Penggunaan nama "hari" sebagai nama pasar juga digunakan di Jawa. Namun ada perbedaan yang unik dengan pemberian nama pasar di Jawa khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur. Penamaan pasar biasanya berdasarkan hari pasaran jawa seperti pon, wage, kliwon, legi, dan pahing. Perbedaan nama pasar tersebut juga membedakan jenis dagangan yang diperjual belikan. Misalanya adalah pasar hewan di Gondang Legi, Malang yang hanya membuka pasar sapi dan kambing pada hari pasaran pon dan legi. Selain itu, terdapat banyak lagi nama-nama pasar rakyat yang menggunakan pasaran Jawa sebagai pembeda jenis barang yang diperjual-belikan.