Mohon tunggu...
Agung_Pipied
Agung_Pipied Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat seni

Catatan Pasutri (Perjalanan Imajinasi)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kembali Berkebudayaan (Bertani) Bangsa Indonesia

13 Januari 2017   10:20 Diperbarui: 14 Januari 2017   10:09 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: suararakyatindonesia.org

Oleh : Agung Setyawan

13/01/2017

Indonesia merupakan Negara agraris dengan keberkahan Sumber Daya Alam (SDA) melimpah, terutama lahan pertanian yang subur memberikan kemudahan dalam hal bercocok tanam bagi bangsanya. Kemudahan fasilitas alam yang ada tersebut menjadikan sebagian besar penduduk Indonesia sebagai pelaku usaha pertanian yaitu sebagai petani.

Pertanian di Indonesia yang diawali dari pola pertanian gurem (baca: pertanian skala kecil) merupakan awal mula sejarah pertanian di Indonesia yang hanya berdasarkan luasan kecil berupa ladang, sawah dan pekarangan yang cukup untuk kebutuhan keluarga yang tersimpan (lumbung) serta pemenuhan untuk kebutuhan sehari-hari.

Meskipun dengan pola pertanian konvensionl skala kecil, namun hasil pertanian tersebut masih dianggap mampu memenuhi kebutuhan keluarga. Hal tersebut karena kesadaran masyarakat akan kebutuhan hidup yang bergantung pada hasil tani. Sehingga kebutuhan harian bahkan musiman akan selalu terpenuhi dengan adanya pasokan (lumbung) dari hasil pertanian. Dengan demikian kesadaran untuk selalu berhemat akan menjaga ketersediaan pangan yang terjaga untuk keluarga bahkan untuk masyarakat desa.

Tradisi pertanian yang selalu menjaga kelestarian dan keberlangsungan hidup keluarga dan bermasyarakat tersebut saat ini nampaknya sudah harus kembali digalakkan. Seperti halnya tradisi Leuit (baca: wacanaELSPPAT oleh Arif Miharja hal. 28) yang terdapat di Kampung Sarongge, Cisarua, Bogor. Masyarakat disana masih menggunakan lumbung padi sebagai sarana pertanian untuk menjaga pasokan gabah hasil panen maupun penyimpanan benih unggul yang disiapkan untuk musim tanam berikutnya. Hal tersebut berlangsung sejak lama dan turun temurun sekaligus menjadi bukti kedaulatan pangan di tingkat petani lokal.

Inovasi Bertani

Seiring pertumbuhan penduduk yang berbanding lurus dengan bertambahnya permintaan kebutuhan pangan, bidang usaha pertanian akhirnya menjadi “tumbal” yang “dikambing-hitamkan”. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan pangan adalah hasil pertanian, sehingga apabila kebutuhan pangan tidak tercukupi, maka dianggap hasil pertanian tidak mampu memenuhi kebutuhan tanpa melihat kendala yang terdapat pada beberapa sektoral.

Di Indonesia, upaya meningkatkan hasil pertanian adalah dengan pengalihan sistem pertanian gurem menjadi usaha pertanian yang berkelanjutan. Upaya tersebut terwujud dengan pola pemuliaan tanaman dengan harapan mendapatkan jenis unggul, serta penyuburan (pemupukan sintetis) pada tanah. Hal tersebut merupakan adopsi dari sistem revolusi hijau yang dicetuskan oleh Norman Borlaug (1950-1980), bahwa dibutuhkan jenis tanaman yang bentuknya cocok untuk dapat berfotosintesis pada kondisi tanah yang dibuat subur, tahan hama dan penyakit serta umur panen yang singkat.

Involusi Bertani

Berkat adanya revolusi hijau, terdapat dampak positif terhadap hasil produksi pertanian di Indonesia. Implementasi sistem revolusi hijau akhirnya mampu memacu tumbuhnya Negara-negara untuk berswasembada pangan termasuk Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Namun seiring berjalannya waktu, hal tersebut tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan petani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun