Dari sejak tahun 1980-an sampai saat ini peningkatan mutu pembelajaran di Indonesia selalu dilaksanakan dengan model-model pembelajaran dan LKS. Walaupun sudah digunakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran lebih dari 30 tahun, pembelajaran aktif tersebut belum berhasil digunakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Tim akhli JICA (2009), dalam buku elektronik Panduan untuk Lesson Study Berbasis MGMP dan Lesson Study Berbasis Sekolah, sudah menyarankan reformasi pembelajaran dengan mengganti model-model pembelajaran dan LKS dengan pembelajaran yang lebih efektif dan lebih berkualitas. Sayang, saran tim akhli JICA tersebut tidak mendapat sambutan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam peningkatan mutu pembelajaran.
Sampai saat ini pengajaran ceramah dikenal sebagai pengajaran yang berpusat pada guru, sedangkan model-model pembelajaran dan kegiatan kelompok dengan LKS sebagai pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa. Jika dikaji lebih dalam, model-model pembelajaran dan kegiatan kelompok dengan LKS itu bukan pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa, melainkan pembelajaran aktif yang berpusat pada guru.
Dalam model-model pembelajaran, perubahan situasi belajar siswa (langkah-langkah pembelajaran) ditentukan oleh guru, siswa harus mengikuti perubahan situasi belajar yang telah ditentukan guru. Sedangkan dalam kegiatan kelompok dengan LKS, walaupun siswa tampak aktif belajar sendiri dalam kelompoknya dan guru tampak sebagai fasilitator, siswa harus berpikir mengikuti jalan pikiran penyusun LKS melalui sederetan pertanyaan atau titik-titik yang dituliskan dalam LKS. Karena siswa harus mengikuti guru/penyusun LKS, model-model pembelajaran dan kegiatan kelompok yang menggunakan LKS merupakan pembelajaran aktif yang berpusat pada guru. Dalam pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa, guru harus mengikuti perubahan situasi belajar yang diperlukan siswa dan mengikuti jalan pikiran siswa. Itulah paradigma pembelajaran aktif yang terkini.
Tim akhli JICA (2009) menyatakan bahwa banyak guru di Indonesia, dan kemungkinan besar semua tenaga pengajar universitas, memiliki berbagai pengetahuan mengenai “model mengajar” tertentu yang penuh dengan “langkah” atau “format”. Sebenarnya, kemampuan untuk memperkirakan situasi pembelajaran yang riil merupakan konsep yang lebih penting daripada “model-model” khusus tersebut.
Ditinjau dari teori konstruktivis, pembelajaran dengan LKS tidak tepat dalam menerapkan teori konstruktivis. Dalam teori konstruktivis siswa harus mengkonstruk konsep (pengetahuan) sendiri, bukan dikonstrukan oleh orang lain. Dalam pembelajaran dengan LKS, penyusun LKS ikut serta mengkonstruk konsep dalam pikiran siswa melalui sederetan pertanyaan atau titik-titik isian, yang menggiring siswa untuk berpikir mengikuti jalan pikiran penyusun LKS. Dengan pertanyaan-pertanyaan atau titik-titik isian itu, siswa tidak tahu mengapa ia harus mengamati sesuatu seperti yang diinstruksikan dalam LKS, tidak tahu mengapa ia harus memikirkan jawaban pertanyaan yang dituliskan dalam LKS. Yang siswa tahu hanya disuruh mengamati sesuatu seperti yang diinstruksikan dalam LKS dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam LKS. Karena itu, konsep yang terbentuk dalam pikiran siswa merupakan konsep yang dangkal dan keterampilan berpikirnya kurang ditingkatkan.
Dalam pembelajaran aktif terkini, guru dengan pertanyaan utamanya yang terbuka dan pertanyaan-pertanyaan lisannya yang mengikuti jawaban siswa, hanya membantu siswa dalam mengungkapkan segenap pengetahuan dan wawasan yang dimiliki siswa, agar siswa dapat mengkonstruk konsep sendiri. Dengan cara itu, siswa harus menentukan sendiri apa yang harus diamatinya, apa yang harus dipikirkannya, mengapa harus dipikirkannya, dan bagaimana dipikirkannya. Karena itu, konsep yang terbentuk dalam pikiran siswa merupakan konsep yang mendalam dan keterampilan berpikirnya ditingkatkan jauh lebih tinggi daripada yang menggunakan LKS.
Di Indonesia pembelajaran yang mengaktifkan siswa diartikan sebagai kegiatan siswa belajar dalam kelompoknya dengan menggunakan LKS. Pembelajaran klasikal, walaupun guru tidak ceramah, dianggap sebagai pembelajaran yang tidak mengaktifkan siswa. Karena itu pembelajaran klasikal dialog (tanya-jawab) mendalam antara guru dengan semua siswa dalam satu kelas tidak dijumpai dalam pembelajaran aktif di Indonesia.
Dalam pembelajaran aktif terkini, kegiatan pembelajaran terdiri atas kegiatan klasikal dialog mendalam, kegiatan kelompok tanpa LKS, dan kegiatan individual. Masing-masing jenis kegiatan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri. Kegiatan klasikal dialog mendalam efektif dalam meningkatkan sikap-sikap tertentu, minat belajar, keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan penguasaan konsep yang mendalam, tetapi tidak meningkatkan psikomotor dan sikap kolaboratif atau kooperatif siswa. Kegiatan kelompok siswa tanpa LKS efektif dalammeningkatkan sikap kolaboratif atau kooperatif siswa, psikomotor, dan keterampilan berpikir, tetapi kurang efektif dalam meningkatkan minat belajar siswa dan penguasaan konsep yang mendalam. Karena setiap jenis kegiatan pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan dalam meningkatkan kompetensi siswa, kegiatan pembelajaran aktif terkini divariasikan antara tiga jenis kegiatan tersebut.
Pembelajaran aktif di Indonesia selalu dilaksanakan dengan kegiatan kelompok siswa yang menggunakan LKS, karena itu kompetensi-kompetensi yang ditingkatkan dengan baik pada kegiatan klasikal dialog mendalam tidak ditingkatkan pada siswa. Di samping itu, penggunaan LKS membuat penguasaan konsep siswa menjadi dangkal, serta lemah dalam peningkatan keterampilan berpikir dan psikomotor siswa.
Karena pembelajaran aktif terkini bersifat fleksibel, pembelajaran aktif tersebut menuntut sikap kritis dan kreativitas guru yang lebih tinggi daripada pembelajaran aktif yang menggunakan model-model pembelajaran dan LKS.Perbedaan pembelajaran aktif yang digunakan dalam peningkatan mutu pembelajaran di Indonesia dengan pembelajaran aktif terkini antara lain sebagai berikut.
Pembelajaran Aktif di Indonesia
Pembelajaran Aktif Terkini
Kegiatan kelompok dengan LKS
dan model-model pembelajaran.
Kegiatan kelompok tanpa LKS,kegiatan klasikal dialog mendalam, dan kegiatan individual.
Siswa harus mengikuti perubahan situasi belajar (langkah-langkah pembelajaran) yang telah ditetapkan guru.
Guru harus mengikuti perubahan situasi belajar yang diperlukan siswa.
Guru/Penyusun LKS ikut serta mengkonstruk konsep dalam pikiran siswa melalui sederetan pertanyaan atau titik-titik isian dalam LKS yang menggiring siswa berpikir mengikuti proses berpikir penyusun LKS.
Guru tidak boleh ikut serta mengkonstruk konsep dalam pikiran siswa. Guru hanya membantu siswa dalam mengungkapkan segenap pengetahuan dan wawasan yang dimiliki siswa melalui pertanyaan-pertanyan yang mengikuti jawaban siswa, agar siswa dapat mengkonstruk konsep sendiri.
Rencana pembelajaran merupakan rencana yang pasti, karena siswa harus mengikuti perubahan situasi belajar yang telah ditetapkan guru dan proses berpikir yang telah ditetapkan dalam LKS.