Di artikel sebelumnya, kita udah paham secara ringkas apa itu kerajaan Kalingga, gimana latar belakangnya, dan beberapa hal seputar itu. Nah, sekarang, kita mulai dalami pelan pelan gimana keadaan Kerajaan Kalingga selama masa berdirinya.
Ketika Kartikeyasingha naik tahta pada 648 M, Kerajaan Kalingga menganut Agama Hindu. Walaupun sebelum Kartikeyasingha naek ada yang nyebut kalo Kalingga tu beragam Buddha. Tapi emang sih, Kartikeyasingha dan istrinya, Ratu Sima, dikabarkan mereka tu penganut Hindu yang taat.Â
Menurut cerita, Ratu Sima tuh putri dari Kerajaan Malaya. Orang orang Jawa emang udah ngejalin hubungan baik dengan orang Melayu. Sampe sampe katanya di wilayah Kalingga ketika itu udah ada perkampungan orang Melayu. Oiya, yang disebut orang Melayu ini bukan orang sumatera ya, tapi orang yang tinggal di Tanah melayu sebrang selat malaka (Sekarang Malaysia).
Semasa pemerintahan Raja Kartikeyasingha, ga ada cerita cerita menarik yang terekam di sumber sumber sejarah. Mungkin cuma pengiriman utusan, datangnya pendeta, atau pembuatan prasasti peringatan, ga ada kejadian yang dianggap besar dan penting. Tapi yang jelas, taring kerajaan Kalingga udah diakui oleh Kerajaan tua Tarumanegara, dan Kerajaan Bahari Raksasa Sriwijaya.
Pada Tahun 674 M, Raja Kartikeyasingha wafat, dia digantiin sama istrinya, Ratu Jay Shima.Â
Selama pemerintahan Ratu Jay Shima, ada banyak banget kejadian menarik yang layak di tulis. Pertama Ratu Jay Shima berhasil menegakkan hukum Jawa setegas tegasnya.Â
Semuanya pasti pernah denger kan ada Pemimpin Jawa yang motong kaki anaknya sendiri karena nendang peti emas di jalanan? Nah itu cerita dari Ratu ini. Perempuan perkasa yang amat sangat ditakuti. Cerita ini bisa kita kembangkan dan dengan itu kita bakal nemu kehebatan lain dari sang Ratu.
Jadi waktu itu, semua kerajaan besar nusantara emang lagi jor-jorannya dagang dagangan. Mereka udah biasa dagang sama bangsa bangsa asing. Makanya sebenarnya antar kerajaan tuh terjalin hubungan baik karena saling membutuhkan.Â
Tapi, dengan ramenya kegiatan perdagangan, pastilah ada yang nangkep kesempatan kesempatan. Akhirnya, muncullah ketika itu banyak geng dan kapal kapal Bajak Laut.
Sriwijaya sebagai Kerajaan Maritim Adidaya jelas berusaha sekeras mungkin untuk ngelindungin aktifitas perdagangan yang berjalan dibawah kendalinya. Tapi sekuat dan segarang apapun angkatan laut Sriwijaya, tetep aja ada satu dua bajak laut yang masih beraktifitas.Â