Ditahun ketiga hubungan kami kembali turun grafiknya. Aku yang sudah berada dibangku ketiga putih biru dan dirimu yang sudah berpakaian putih abu-abu membuat jarak kita semakin jauh. Perbedaan jarak tempuh sekolah dan tempat tinggal yang tadinya tidak ada, menjadi sangat jauh. Aku yang masih berada di Kabupaten dan dirimu di Kotamadya, membuat kita sulit untuk berkomunikasi terlebih satu sama lain belum terjangkit virus gadget. Ya, aku menunggumu disini, masih didepan kelas tempat biasa kta bertemu sebelum dan seusai latihan basket. Diawal tahun ketiga atau tahun perbedaan jarak ini, aku masih bisa untuk sendiri berdiam menunggu setiap kabar dan cerita darimu. Tetapi setan ego dan bisikan manis kawan-kawan labilpun tak bisa ku elakkan.
Seorang lelaki dari sekolah yang berbeda yang ternyata temanku saat masih menggunakan putih merah, mempunyai hobby bermain basket juga menghampiriku. Hubunganku denganmu yang memang tidak lazim, membuat orang lain berpersepsi kita hanyalah menjalin pertemanan biasa tanpa sesuatu yang special, sehingga mereka mencari cara untuk mendekatkan aku dengan dia sedekat-dekatnya. Maaf, aku pun tak bisa mengelak, aku menyukai dirinya. Dirinyalah yang menemaniku saat dirimu tak bisa menemaniku lagi untuk menjalani hobiku. Aku berpikir dirimu pernah berbuat salah, kenapa aku tidak boleh? Ya memang jika aku berpikir saat ini, hal itu sangatlah jahat. Dirinya lebih bisa membuat aku merasa berarti untuk seseorang. Dirinya yang bisa membuat aku merasa aku harus memikirkan perasaan orang lain. Dirinya yang bisa membuat aku semangat dan menangis. Dirinya yang membuat aku berbeda.
Walaupun dirimu tak pernah membuat aku menangis, tapi aku tak bisa merasakan bahagia seperti bahagia bersama dirinya. Ya dirinya bisa membuat aku bahagia sebahagianya dan menangis sejadi-jadinya. Entahlah, saat itu aku tak bisa membedakan mana yang namanya CINTA. Hingga suatu ketika, sekolah mengadakan pertandingan basket persahabatan dengan sekolah lain, tapi bukan sekolah dirinya. Sesaat sebelum pertandingan dimulai, dirinya memberikan semangat kepadaku. Dia menghapiriku yang sudah mulai bersiap dipinggir lapangan. Dengan begitu perhatiannya, dia mengusap kepalaku dengan pengharapan aku bisa bermain baik dan tentu saja memenangkan pertandingan. Aku melihat dirimu dari pinggir lapangan yang juga tengah memperhatikan aku dari kejauhan yang saat itu aku sedang menerima sikap pemberian semangat dari dirinya. Entahlah apa yang ada dipikiranmu saat itu, mungkin kesal, cemburu, mungkin bahkan marah karena cemburu atau malah sama sekali tidak adanya rasa cemburu itu. Ya dilihat dari frekuensi komunikasi kita yang sudah sangat tidak baik untuk sebuah hubungan. Aku pun dengan santai yang tidak “nyantai” mencoba menyikapi kejadian saat itu yang membuat pikiranku smpat kacau dan menurunnya semangatku beberapa waktu sebelum pertandingan dimulai dan ketika aku mengetahui bahwa dirimu dan dirinya berada disana untuk sebuah pertandinganku dan memberi ku semangat.
Dua babak sudah cukup rasanya untuk menaikan derajat sekolah ku dimata sekolah lawan. Ya, tim basket sekolahku memenangkan pertandingan persahabatan. Walaupun hanya pertandingan persahabatan, tetap saja berarti. Karena buat kami, sebuah pertandingan apapun momennya tetap saja pertandingan untuk menguji sebagaimana kualitas permainan basket kami. Maka dari itu, kami akan bermain dengan serius. Diakhir pertandingan setalah wasit meniupkan tanda berakhirnya pertandingan, selang beberapa waktu dirinyalah yang kembali menghampiriku untuk mengucapkan selamat dan turut merasakan suka cita bersama yang lain. Sedangkan dirimu masih saja berada ditempat yang sama ketika pertandingan dimulai. Tak banyak berharap apapun darimu, senyummu sudah cukup untuk memberiku pertanda bahwa dirimu juga menikmati setiap jalannya pertandingan dan turut bahagia atas kemenangan itu. Aku mengerti mungkin saat itu segala perasaan pun berkecamuk dalam benakmu, yang aku pun tak bisa menjawab dengan lantangnya untuk setiap pertanyaanmu jika dirimu bertanya “ADA APA? SIAPA? KENAPA?”. Lebih baik aku bungkam, menganggap semuanya tidak ada apa-apa dan berjalan begitu saja. Maafkan aku, yang tidak bisa sebaik aku dipikiranmu.
...........................................
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H