Mohon tunggu...
pintukata
pintukata Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis Bebas.

-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Manusia Mewaktu

3 Desember 2021   10:56 Diperbarui: 3 Desember 2021   11:01 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : kompas.com

Hari ini saya bersyukur, setelah sekian purnama, bisa kebagian kursi dan meja belajar di perpustakaan tercinta. Bukan tanpa alasan mengapa akhir-akhir ini saya banyak luangkan waktu bersemedi di perpus. Dalam bayangan Anda, sebab saat ini akhir semester sudah di pelupuk mata, semuanya berangsur berubah sok rajin, celetuk salah satu kawan yang melulu membaiat diri sebagai kaum one night study OSN.

Saya anggap alasan itu dapat dibenarkan, tapi baiknya Anda menyimak alasan awamku mengapa kok tiada angin tiada hujan dan adanya salju serta dingin membahana, saya lantas siuman?Dari yang pernah saya temukan dari halaman-halaman buku, ada kutipan menarik untuk disampaikan kali ini bahwa katanya ciri utama orang sukses garis miring petarung sejati adalah dia yang cepat meninggalkan keadaan saat ini, baik sukses maupun gagal---jika sukses tingkatkan, apabila gagal segera lakukan perbaikan. Jika saya pertebal maksudnya, ini bukan tentang menang atau kalah, tapi perihal berjuang atau tidak!Tentu, saya dan Anda saat ini sedang berada dalam posisi berjuang. Menyorong rebulan, menggapai impian, serta berharap dapat memeluk kesempurnaan meski kedengarannya mustahil, setidaknya kita telah berupa mendekatinya.

Di mana pun Anda berada, tetaplah dalam tekad berjuang, terutama dan yang paling utama dalam berjuang menundukkan ego kita masing-masing, nafsu makan dan kelamin yang tak sudah-sudah. Bahkan ia lebih cepat bergerak daripada pikiran di kepala kita. Sangat beringas dan liar.

Suatu waktu coba Anda ajak bicara dan berdialog baiknya bagaimana. Cari jalan keluar yang kiranya tak menyiksa Anda. Tumbuhkan pikiran dan perilaku positif, kita bergerak dari sekarang. Masa lalu biarlah berlalu, seperti badai yang katanya pasti berlalu. Tapi juga kita harus waspada datangnya badai yang pasti datang lagi, dan lagi.

Masa depan bukan lagi sedang menanti, tapi ternyata telah kita lalui berulang kali. Bahkan, saya meyakini tiada konsep yang bernama masa lalu, saat ini, dan masa depan. Sebab, bagi saya jika ditinjau dari parameter waktu, yang pada tahun terdapan himpunan bulan, pada bulan terdapat sejumlah hari, dalam sehari pun kita mengenal jam, yang berjumlah dua puluh empat jam. Dan kabar baiknya seluruh umat manusia diberi jatah waktu yang sama rata. Lalu, dalam hitungan jam, ada namanya menit, serta kita jamak mengetahui satu menit terdiri dari enam puluh detik. Kabar buruknya, setelah menuliskan panjang lebar, nyatanya saya telah kehilangan waktu. Masa depan jika dia pada detik per sekian, maka itu lewat begitu saja dan berubah menjadi masa lalu.

Layaknya aliran sungai, kita tidak bisa menyentuh air sungai yang sama. Ia terus mengalir deras. Begitu pula waktu, ia senantiasa menggelinding. Berbahagialah, kita sebagai manusia diberi anugerah dapat meruang dan mewaktu serta mengada, meski adanya kita diada-adakan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun