Mohon tunggu...
pintukata
pintukata Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis Bebas.

-

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Balada Bapak-Bapak

30 Juni 2020   07:31 Diperbarui: 30 Juni 2020   07:31 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

yang mengemis
bukan lagi di seberang jalan
menadah tangan
berharap sepeser uang
yang miskin
bukan pula di tepi sungai
mengail ikan
bermandi limbah Bapak

turut berduka atas hilangnya berita
di mulut Bapak, gigi ada yang ompong
pucuk dicinta ulam pun tiba
susuk Astradina berapa harganya?
gemah ripah loh jinawi
gemar riba' toh nyauri

Bapakku peringkat satu
telat datang pulang duluan
telat bantuan meringkik kemudian
hidupnya melankolis
kadang pura-pura tuli
telinga rumahnya perlu digergaji
kadang lidahnya bisulan
menganga api-api
bakar hutan lagi

bokongnya pun butuh kursi lebih besar
Mega proyek ambisius estimasi
hantam waktu nyuri legitimasi
tau-tau shubuh sudah jadi
keras juga kopi Bapak
dua matanya paripurna
saat sidang ada maunya

anak-anakmu marah, Pak!

2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun