"Gak apa-apa, Mas. Akhir-akhir ini aku hanya merasa kelelahan saja setiap habis beberes rumah," ucapku sembari meletakan kepala di lengannya dan memeluk mas Idam dari samping dengan erat.
Mas idam hanya tersenyum, mengecup keningku sekejap dan mengelus punggungku dengan tangan satunya. Tiba-tiba perasaan sedih itu muncul lagi, aku memejamkan mata dan membenamkan kepalaku di samping dada mas Idam. Seperti ada sesuatu yang mendesak ingin keluar dari mata ini.
Seolah mengerti, mas Idam justru semakin mengeratkan pelukannya dan mencium kepalaku berkali-kali, hingga akhirnya kami menjelajahi mimpi-mimpi yang indah di kegelapan dan kesunyian malam.
Sampai saat ini kami masih menanti kehadiran buah hati. Ketika penantian itu belum juga menemui harapan, mungkin Allah belum mempercayakan itu atau kesabaran kami sedang diuji dan Ia tidak ingin kami berhenti berdoa mengingat-Nya.
Hanya kepada-Nya kami berserah diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H