Konflik antara Israel dan Palestina telah berlangsung selama beberapa dekade dan menjadi salah satu konflik paling kompleks di dunia. Dalam esai ini, kita akan mengupas lapisan-lapisan yang kompleks dari konflik yang telah mengguncang dunia selama beberapa dekade, dari pengusiran umat Yahudi hingga pembentukan negara Israel. Kita juga akan membongkar peran isu agama yang kerap memanaskan tensi, serta perang propaganda yang tak henti-hentinya berlangsung di dunia maya. Mari kita merenungkan bagaimana faktor-faktor ini telah saling berinteraksi, dan membentuk narasi yang terus berubah dalam konflik yang tak kunjung usai ini.
Sejarah konflik ini melibatkan dua kelompok utama: orang Yahudi dan orang Arab Palestina. Orang Yahudi mengalami pengusiran berabad-abad dari tanah kelahiran mereka di wilayah Kanaan, dan mereka diaspora ke berbagai negara di Eropa. Di Eropa, mereka hidup bersama dengan penduduk asli dan, dalam banyak kasus, berhasil menjalani kehidupan yang relatif damai. Pada saat itu, ada perbedaan pendapat di kalangan orang Yahudi tentang pentingnya kembali ke tanah leluhur mereka. Banyak yang merasa nyaman di Eropa dan tidak ingin repatriasi.
Masalah berkembang ketika Adolf Hitler dan Partai Nazi berkuasa di Jerman. Melalui politik kasar, Hitler memulai Holocaust, yang menyebabkan jutaan orang Yahudi tewas. Orang-orang Yahudi yang selamat dari Holocaust terpaksa melarikan diri dari Eropa, tetapi tidak ada negara yang bersedia menerima mereka. Inggris, yang kemudian menguasai Palestina, akhirnya memberikan tanah tersebut kepada pengungsi Yahudi pasca-Holocaust. Ini memicu eksodus besar-besaran dari Eropa ke Palestina.
Setelah Perang Dunia II, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Inggris mengambil peran penting dalam membagi wilayah Palestina. Meskipun mayoritas penduduk di Palestina adalah orang Arab, lebih dari 60% tanah diberikan kepada orang-orang Yahudi untuk membentuk negara Israel. Keputusan ini menciptakan ketegangan antara orang-orang Arab Palestina dan orang-orang Yahudi.
Konflik ini juga terkait dengan isu agama. Israel merujuk pada tanah tersebut sebagai "Eretz Israel" dan mengklaim bahwa tanah tersebut telah dijanjikan oleh Tuhan kepada bangsa Yahudi. Sementara itu, beberapa faksi di Palestina, terutama Hamas, memanfaatkan isu agama untuk menarik simpati publik dan menggambarkan konflik ini sebagai perang agama antara Islam dan Yahudi. Padahal, di Palestina juga ada orang Kristen, Yahudi, dan penganut agama lain yang sama-sama ingin meraih kemerdekaan dari Israel.
Selain sejarah dan isu agama, propaganda juga memainkan peran besar dalam konflik ini. Baik Israel maupun Palestina menggunakan media dan sosial media untuk menyebarkan narasi mereka. Israel berusaha membangun citra sebagai negara yang peduli dengan rakyatnya dan beradab, sementara Hamas berfokus pada memperlihatkan penderitaan rakyat Palestina. Perang cyber dan penggunaan influencer juga menjadi alat dalam perang propaganda ini.
Konflik Israel-Palestina bukanlah perang sejajar, tetapi perang asimetri yang melibatkan kelompok-kelompok yang tidak selalu memiliki dukungan langsung dari negara-negara mereka. Perang ini juga berpotensi menjadi proxi war, di mana negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Iran mendukung pihak yang mereka pilih.
Dalam konflik ini, ada banyak faktor yang saling terkait, dan mencari solusi yang berkelanjutan telah menjadi tantangan yang sangat besar. Hanya dengan pemahaman mendalam tentang sejarah, agama, propaganda, dan politik di balik konflik ini kita dapat berharap untuk mencapai perdamaian yang didambakan oleh semua pihak yang terlibat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H