Sore, di depan mesin cetak merk Gestetner yang sedang aku jalankan. Master cetakan menumpuk. Kertas menumpuk. Menunggu giliran untuk dicetak.
“Mas, punya saya bisa jadi lebih cepat?”
“Maaf mas, harus antri” jawabku sambil mengontrol hasil cetakan
“Nggak bisa di selipin, gitu?”
“Bisa sih, tapi harus bayar tol” jawabku dingin
“Oke, sebelum maghrib jadi ya, nih mas buat uang rokok” katanya sambil menyerahkan selembar uang berwarna hijau. Mataku jadi hijau. Pasti kawan tahu kan? Berapa rupiah nilai nominal uang itu?
Kemudian orang-orang yang sudah tidak sabar berebut ingin lebih didahulukan. Bayar tol tentu saja. Ada yang pakai uang hijau, ungu kemerahan, coklat, juga beberapa lembar uang biru. Mataku jadi gelap. Maksudku, gelap mata. Sebab mataku bukan cuma jadi hijau karena ada ungu,merah,coklatjuga biru.
Alih-alih lancar, karena semua lewat tol, malah macet. Mesinku macet, otakku lebih macet. Sepanjang sepuluh kilometer, macam antrean kendaraan mudik. Arghhhhhhhhhhhhh…..
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI