Mohon tunggu...
Pinsil Tempur
Pinsil Tempur Mohon Tunggu... -

Pinsil Tempur, nama aslinya Ali Murtadho, pernah sekolah,pernah kuliah, pernah tidak lulus, pernah lulus, tapi bukan diploma apalagi sarjana, Aktifitas sehari-hari : bersepeda,membaca, menggambar, menulis dan bercinta

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku, Secangkir Kopi, Profesor dan UI

1 April 2010   14:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:03 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Inilah tahun keempatku kuliah di UI. Ya, UI. O, bukan, bukan yang itu. UI, Universitas Indie. Maksudku, Universitas Independen. Jangan kau pikir cuma band dan penerbit saja yang indie. Universitas juga. Kau tahu maksudku bukan? Ya, aku menyelenggarakan perkuliahan ini sendiri. Kebebasan kujunjung tinggi disini. Kau tahu Summerhil School nya A.S Neil? Ya kira-kira seperti itu universitasku ini. Dosenku banyak. Banyak sekali. Tapi yang paling rajin datang adalah Professor Kalong. Ia memanggil dirinya begitu. Tak jelas apa maksudnya. Mungkin karena kebiasaannya begadang barangkali. Ia mengajariku menggambar, membaca dan menulis. Aku menikmatinya. Sangat menikmati. Sebelum bisa semuanya, aku sudah bisa menggambar. Sebab kata guru ngajiku, Tuhan lebih dulu mengajari menggambar daripada berhitung. Itulah mengapa anak umur dua tahun ketika di beri spidol, maka hal yang pasti dilakukannya adalah menggambar. Bukan menulis apalagi berhitung. Aku tidak belajar berhitung. Otakku serasa berhenti jika aku di suruh berhitung. Makanya Profesor dengan senang hati untuk mengajariku tiga hal tadi.

Oke, aku ralat ucapanku di atas. Sebenarnya Profesor mengajariku banyak hal. Itu dilakukannya setiap kuliah umum. Kuliah umumdilakukannya setiap Sabtu sore. Bagiku ini adalah waktu yang salah. Kenapa?Sabtu adalah akumulasi dari kelelahan, kejemuan dan gairah yang tertunda. Sabtu sore apalagi. Otakku yang sudah menjadi pecandu kafein sejak umur tiga tahun, akan menunjukkan jati dirinya pada waktu-waktu seperti ini. Mengacau tak terkira. Kuliah dari Profesor yang begitu gurih dan selalu segar, hanya memantul di gendang telinga untuk kemudian terbang kembali keluar jendela dan menjatuhi orang yang berlalu -lalang di bawah kampus kami. Maka sebelum Profesor memberi kuliah, aku dengan sibuk menyeduh segelas, ya segelas kopi hitam yang sengaja kubuat kental. Sehingga nanti waktuperkuliahan berlangsung, otakku akan bersikap manis.

Materi kuliah kali ini adalah pelajaran syukur.Syukur, tadinya aku kira hanya berlaku ketika aku menerima sesuatu. Ternyata luas sekalimaknanya. Pantas Tuhan akan mengazab orang yang tidak bisa bersyukur. Wow, serem…Aku tiba-tiba terbangun. Rupanya ramuan kopi kentalku tidak manjur. Aku ketiduran. Pelajaran syukur kali ini terlewat. Ah, biar saja. Akan aku tanya secara pribadi saja. Jangan kau sangka kau tidak mengenal kuliah privat. Aku menerapkannya dengan sempurna di sini. Tapi syaratnya, kau juga harus ikut jadi kalong. Begadang maksudnya.

Disini bedanya kawan, kalau kuliah umum, kami diajari tentang bagaimana menjadi supertim, positif thinking, mau belajar, focus. Bersyukur dan lain-lain. Sedangkan kalau kuliah privat, kami diajari hal-hal praktis ; menggambar, bikin blog, facebook, twiter, dan menulis di kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun