Mohon tunggu...
Pinsil Tempur
Pinsil Tempur Mohon Tunggu... -

Pinsil Tempur, nama aslinya Ali Murtadho, pernah sekolah,pernah kuliah, pernah tidak lulus, pernah lulus, tapi bukan diploma apalagi sarjana, Aktifitas sehari-hari : bersepeda,membaca, menggambar, menulis dan bercinta

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku, Kambing, dan Samudra

31 Maret 2010   12:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:04 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kami selalu menganggapnya ke laut. Itu saja. Itulah kenanganku tentang sungai kecil di tengah-tengah persawahan kami. Kelak aku protes kepada ayahku tentang nama sungai ini. Orang kampung menamainya Kali Gede. Padahal, ia tak lebih dari tiga meter lebarnya. Tapi ia begitu penting bagi kami. Kau tahu kawan, perkampunganku berada di sebuah bekas letusan gunung api purba, sehingga konturnya menyerupai tempurung terbalik. Hanya gunung di semua sisinya. Satu-satunya saluran kencing ya..Kali Gede tadi. Leluhurku membangun perkampungan dan beranak pinak disana. Entah generasi keberapa aku ini.

Jangan kau tanya betapa dinginnya di kampungku. Kalau kami berbicara, mulut kami menghembuskan embun, seperti di film-film barat yang diputar menjelang Natal. Kalau mau mandi, jam dua siang kami sudah tidak berani mandi. Mandi pagi? Jam sebelas siang baru bisa berani. Jadi praktis kami mandi sekali sehari. Itupun karena terpaksa setelah seharian berkubang lumpur di sawah. Kami jadi mirip orang Eskimo. Oya orang Eskimo mandi tidak ya?

Tapi ada satu kebiasaan kami yang menggairahkan. Setiap musim kemarau tiba, sawah kami kekeringan. Rerumputan mengering, ternak kami kelaparan. Satu-satunya cara agar mereka bertahan hidup adalah menggembalakannya di sawah yang tidak bisa ditanami. Itulah saat kampung kami menjadi seperti Eropa. Ribuan ekor kambing –dari beberapa kampung—merumput bersama. Sayang kurang lengkap rasanya, sebab tak ada kuda. Kau tahu, masing-masing dari kami merasa diri kamilah pemilik dari ribuan kambing-kambing itu. Sambil bertolak pinggang, kami merasa, kamilah pemilik ranch maha luas ini.

Dan setiap sore sungai yang tidak seberapa lebar ini, menjadi pelampiasan gairah mandi kami yang selama ini terhalangi oleh dingin. Sungai lebih dulu kami bendung, panas kemarau menyelamatkan kami dari rasa dingin yang selalu meledek kami sepanjang waktu. Inilah kemenangan kami.Bisa mandi sepuasnya tanpa menggigil.

Sungai kecil yang disebut Kali Gede itu sudah lama tidak aku tengok. Kabarnya musim hujan kemarin, dia berulah. Tanaman padi bapakku di emutnya berhari-hari. Tahu kenapa? Lagi-lagi keserakahan manusia penyebabnya. Rupanya di bawah sana, saluran kencing kampung kami satu-satunya ini diganggu ketenangannya. Mau tahu juga? Kalian lebih paham kawan.

Belakangan baru aku paham, bahwa sungai ternyata gambaran kehidupan ini, setiap alirannya membawa apapun ke muara, atau kami menyebutnya laut. Ya kelaut semuanya bermuara. Kini aku berada di muara. Setelah pertemuanku dengan Profesor Kalong beberapa tahun lalu, aku semakin paham bahwa inilah muaraku. Dan laut seakan meledekku terus maju, menyelam ke samudra, menyeberangi benua? Atau berputar di muara membusuk bersama limbah-limbah kota? Ya, meminjam istilah Pak Profesor, hasrat dan talentaku telah membawaku ke muara. Aku harus segera masuk ke samudra luas ini. Menyeberanginya. Menyelaminya. Dan aku kan temukan mutiaranya. Aku masih ingin membangun ranch di kampungku sana, membangun sekolah, aku masih ingin menjadi penggembala. Karena setiap Nabi adalah penggembala. Kau percaya kawan ucapanku tadi? Coba kau baca Kisah-kisah Rasul. Sekarang kau percaya ucapanku? Tidak? Ya sudah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun